Volume
2 Chapter 4 – Part 3 (Side Story)
Dengan di rasakannya cahaya pagi
yang hangat menyinari dadanya, Schnee terbangun.
(Di sini…)
Dia mengingat kejadian kemarin
dengan samar di kepalanya. Mengenai Shin yang telah kembali. Situasi di mana
Wilhelm dan Rashia sangat terkejut. Saat di mana mereka duduk bersama di meja
makan di dalam Tsuki no Hokora.
“Kalau aku tidak salah, aku sangat
yakin menaruh Tiera di ranjangku…Eh!!?”
Ketika dia menggumamkan itu, dia
menyadari kalau seseorang berada di sampingnya. Dia juga sedang memeluk lengan
seseorang.
Rambut hitam ikal. Dengan mata hitam
yang gelap di balik kelopak matanya yang tertutup, dia adalah orang yang sangat
di kenalinya.
Orang itu adalah Shin, master dari
Tsuki no Hokora.
“Hah!?”
Keadaan tubuh mereka saling dekat
satu sama lain dan sensasi dari kulit mereka yang saling bersentuhan, membuat
wajah Schnee berubah menjadi merah. Meskipun dia sendiri sadar kalau telinganya
sudah berubah menjadi merah terang. Dia sadar kalau dia mabuk semalam.
Akan tetapi, dia tidak pernah
berfikir kalau dia akan melakukan hal seperti naik ke atas ranjang Shin dengan
gelagat yang biasa saja sembari mabuk.
“Be-Benar-benar kekeliruan yang
parah…”
Sementara wajahnya merona merah, dia
mendekatkan kembali dirinya, karena dia sebenarnya tidak pernah memiliki niat
untuk melepaskan lengan Shin.
Ketika dia turun dari ranjang tanpa
membangunkan Shin, dia menghembuskan nafas kecil. Alasannya adalah dia tidak
tahu kapan Shin akan terbangun. Jika Shin terbangun sekarang, dia pasti sama
sekali tidak bisa memberikan alasan apapun.
Entah bagaimana dia berhasil menahan
keinginannya untuk melihat wajah tidur Shin, dan dia pergi meninggalkan kamar.
Setelah mengganti pakaiannya di
kamarnya sendiri, dia membasuh wajahnya dan membersihkan kesadarannya. Dia
merasa segar karena air yang dingin, dan pantulan air itu sudah tidak
menunjukkan wajahnya yang merah merona lagi seperti sebelumnya.
“Pertama-tama, aku akan menyiapkan
sarapan.”
Pada saat ini, waktu menunjukkan
pukul 5:30 lewat sedikit. Karena dia selalu selesai mempersiapkan sampai pukul
7:00, ini kurang lebih adalah kegiatannya sehari-hari.
Schnee pergi ke dapur, dan dia
melihat ke isi dalam kulkas untuk memutuskan menunya, Tiera datang.
“Ah, Master, selamat pagi.”
“Selamat pagi, kau cukup mabuk
semalam, apa kau baik-baik saja?”
“Uhh…Aku merepotkan semalam. Untuk
saat ini, aku tidak akan minum lagi.”
Tiera nampaknya mengingatnya, dan
meminta maaf sembari menurunkan bahunya.
“Kalau begitu, tolong bantu aku
menyiapkan sarapan. Karena sepertinya kita harus mempersiapkan porsi untuk 4
orang.”
“Baik…hah? Untuk 4 orang?”
“Yah, hanya untuk jaga-jaga.”
“Ah, aku mengerti.”
Tiera nampaknya sedikit memiliki
keraguan mengenai bagian 4 orang, tetapi dia menurut dan memakai apron dan mulai
membantu. Schnee juga memakai apron kesukaannya. Warna apron Schnee adalah biru
muda, dan Tiera adalah hijau muda.
“Menu apa yang akan kita buat pagi
ini?”
“Mari kita buat sarapan bergaya
Jepang. Untuk bahan-bahan selain sup miso, keluarkan ikan yang di simpan.”
“Hah!? Master, jangan bilang, apa
menggunakan ITU?”
Tiera tidak bisa menyembunyikan rasa
terkejutnya mendengar perkataan Schnee. Bahan-bahan dengan kualitas super itu
di katakan setara dengan sejumlah besar koin emas putih Jul. nama dari bahannya
adalah ‘Diamond Horse Mackerel’. Makanan spesial yang di jemur di bawah
matahari, dan saat ini adalah waktu yang terbaik untuk menggunakannya. Dengan
kata lain, sarapan di Tsuki no Hokora hari ini adalah horse mackerel kering,
bersama dengan sup miso yang pastinya merupakan makanan khas Jepang.
Dan untuk Diamond Horse Mackerel,
itu adalah monster tipe ikan, seperti halnya horse mackerel, dan memiliki sisik
yang mengkilap seperti halnya berlian. Akan tetapi, terlepas dari
penampilannya, ikan itu memiliki level yang sangat tinggi yaitu sekitar level
450 – 600. Mereka biasanya di temukan dalam kawanan. Itu adalah monster yang
memakan seekor kraken level rendah dan seekor moster tipe hiu yang melebihi
level 500 ketimbang memakan umpan biasa. . hanya beberapa yang tertangkap,
ketika mereka di lemahkan dan pisahkan dari kawanannya, dan biasanya akan
berakhir di pasar.
Diantara bahan-bahan makanan dari
laut, ikan ini di kenali sebagai bahan makanan berkelas tinggi dengan harga
yang mengerikan. Apa yang akan terjadi jika seekor Diamond Horse Mackerel jika
diolah oleh kemampuan memasak Schnee? Itu sudah tak perlu di katakan lagi.
“Meskipun mackerel memiliki
penampilan dari ikan kering, entah mengapa dia tetap berkilau.”
Dengan indera yang tajam dari
seorang Elf, Tiera nampaknya berhasil melihat kekuatan kehidupan di dalam horse
mackerel. (TL: aku kurang paham bagaimana caranya mengartikan ‘Life Force’ yang
baik… jika ada yang memiliki terjemahan yang lebih baik silahkan di comment di
bawah.)
“Nah sekarang, aku akan menyiapkan
sup misonya terlebih dahulu. Tiera, tolong masak nasi.”
“Ah, baik.”
Ikan tersebut, yang mengeluarkan
kilauan berlian, pertama-tama di taruh di atas piring, dan Schnee mengeluarkan
bahan-bahan untuk membuat sup miso. Bahan-bahannya adalah pasta miso, rumput
laut wakame, dan tiga jenis tahu goreng. Itu di katakan merupakan gaya makanan
klasik dengan Dashi serta bonito kering dan kelp. (TL : Silahkan google sendiri
bahan masakannya.)
“Master, nasinya sudah siap.”
Tiera yang lebih cepat selesai
menyiapkan memanggil masternya. Karena sudah jelas kalau dia memasak makanannya
sendiri ketika Schnee keluar, Tiera juga bisa menyiapkan masakan-masakan dasar.
Dia tidak membutuhkan waktu yang banyak untuk melakukan persiapan untuk memasak
nasi juga. Panggangan sihir di nyalakan, dan persiapannya selesai. Dalam
beberapa menit, aroma dari bahan-bahan sup yang mendidih dari miso mulai
memenuhi ruangan. Untuk Schnee, itu adalah aroma yang sangat di kenalnya
belakangan ini.
Sudah lewat pukul 6:00 saat ini.
Tidak lama lagi adalah waktunya untuk sarapan.
Tiba-tiba Tiera membuka mulutnya.
“Master, bolehkah aku keluar
sebentar?”
“Karena mackerel-nya sudah hampir
matang, usahakan jangan terlalu lama.”
“Baik…Aku akan kembali dalam 10
menit.”
Tiera berpamitan kepada Schnee dan
pergi menuju pintu keluar dari toko. Apa yang ingin di lakukan oleh Tiera?
Schnee mengetahuinya dan menyemangatinya. Ini karena Tiera harus mengalahkan
sendiri pertahanan terakhir dengan kekuatannya sendiri.
Tiera membuka pintu dan pergi
keluar. Kemudian, cahaya mentari pagi menyinari Tiera dengan lembut.
“Kali ini, hanya agak sedikit dingin
saja.”
Apakah itu karena sisa-sisa dari
malam? Dia merasakan udara masih dingin dengan pakaiannya yang tipis. Tiera
kemudian perlahan berjalan menuju ke perbatasan magic barrier yang di keluarkan
oleh Tsuki no Hokora.
“Tidak apa… tidak apa…”
Dengan mendekatnya dia ke
perbatasan, Tiera merasakan jantungnya berdentum berulang-ulang. Shin sedang
bersama dengannya ketika dia pergi keluar untuk pertama kalinya. Dan dia sudah
bisa pergi berkeliling sendirian untuk yang kedua kalinya.
Tetap saja, rasa takut yang
berlangsung selama 100 tahun tidak akan menghilang dengan mudah. Dia mungkin
akan di serang lagi oleh monster jika dia pergi keluar. Terlebih lagi,
seseorang mungkin bisa jadi korban akibat hal itu, sekali lagi. Pemikiran
semacam itu terus menempel padanya.
Schnee memang menyadarinya, karena
itulah dia menyemangati Tiera agar tetap melakukannya.
Sembari memulihkan nafasnya, Tiera
terus maju selangkah demi selangkah. Dia memang tahu kalau tak ada apapun di
depan sana. Jika dia memiliki pengalaman, Tiera pasti bisa melangkah maju lebih
dari itu.
Dia mengingat kembali tangan yang di
ulurkan oleh Shin. Agar bisa menjangkau tangan tersebut, Tiera melangkah keluar
dari perbatasan.
“…….”
Dia tetap berdiam diri di sana
selama lebih dari 1 menit, dan memastikan kalau tidak ada perubahan di
sekelilingnya. Sementara memang benar dia saat ini berada di luar perbatasan,
tak ada apapun yang muncul tiba-tiba ataupun hal yang aneh. Tetapi, dia masih
merasakan kalau udara yang mengelilinginya terasa sangat aneh
“…Fiuh. Bagaimanapun juga, aku masih
tetap gugup.”
Bersamaan dengan suaranya, dia
memasuki barrier kembali. Dan sekali lagi, ini sudah jelas dilakukan hanya
untuk agar dia bisa terbiasa berada di luar.
“Nah baiklah kalau begitu, ayo kita
lakukan ini dengan cepat.”
Menargetkan ke arah pepohonan yang
mengelilingi Tsuki no Hokora, Tiera mulai berjalan. Dia bergerak terus sampai
menemukan rerumputan yang tumbuh dengan lebat yang tingginya sekitar tinggi
pinggul Tiera, dan berjalan di sampingnya.
Sebuah bunga yang mekar dengan
penampilan yang mirip dengan bunga Cosmos, berada di jarak pandang Tiera. Hanya
bentuknya saja yang sangat mirip, kelopak bunganya sangat bervariasi, seperti,
merah, biru, hijau, dan ungu.
Nama dari bunga itu adalah ‘Repika’.
Berdasarkan kepercayaan bangsa Elf, arti dari bunga tersebut adalah Rasa terima
kasih dan ketulusan hati. Ketika dia masih belum bisa pergi keluar dari barrier,
Tiera mengetahuinya kalau bunga itu akan mekar di tempat ini pada saat musin
seperti ini. Dia menjaga toko bukan cuman untuk pajangan saja. Dari jendela
toko, dia selalu melihat mekarnya bunga Repika.
Meskipun dia bisa melihatnya dan tak
bisa menyentuhnya, semua hal itu kini hanya masa lalu saja. Dia memetik
beberapa bunga untuk menghias meja makan, dan kembali ke dalam toko.
“Vas bunga, di mana vas bunga~”
“Apa kau sudah mulai sedikit
terbiasa?”
Schnee memanggil Tiera yang sedang
mencari vas bunga berukuran sedang.
“Kurang lebih begitu, meskipun hanya
sedikit sih.”
Tiera menjawabnya dengan wajah yang
tenang, dan Schnee menyinggungkan senyuman lembut di wajahnya. Dari
kata-katanya, tak ada sama sekali kalimat yang menyatakan hal yang berlebihan.
“…Sarapannya akan segera siap.
Tolong pergi bangunkan Shin.”
“Baik.”
Senyuman Schnee sedikit lebih
mendalam ketika dia pergi menyuruh Tiera. Sosok Tiera menghilang ke dalam
koridor dan setelah beberapa saat, sesuatu seperti benda yang terjatuh
terdengar oleh Schnee.
Tidak lama kemudian, sosok Tiera dan
Shin muncul, dan kemudian sosok dari gadis muda dengan telinga rubah dan rambut
perak.
Meskipun Schnee sangat malu ketika
dia mengingat kalau mereka tidur bersama semalam, entah bagaimana dia berhasil
menenangkan diri. Dia hanya berharap agar Shin tidak mengatakan apapun. Di
sudut meja, di tengah situasi yang ramai itu, sebuah bunga Repika memperhatikan
pemandangan tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar