Rakuin no Monshou Jilid 1 Bab 1 - Sekkinokyou

Latest

Fans Tranlation LN/WN Bahasa Indonesia

Kamis, 14 September 2017

Rakuin no Monshou Jilid 1 Bab 1


 Bab 1 : Darah dan Besi
Bagian 1
Hasilnya telah di putuskan.
Koloseum[1] Ba Roux gemetar. Banyak penonton yang meramaikan dengan jelas meneriakkan nama pemenang  dan menghentakkan kaki mereka, membuat keributan yang cukup mirip dengan ombak pasang.

Sementara pemenang yang bermandikan gairah dan sorak-sorakan. Seorang yang yang telah menerima nasib yang berlawanan terbaring tak.bergerak di samping kakinya. Akhirnya, orang yang kalah dengan tanpa kepala ditusuk dengan kail dan diseret oleh tangan dari dua budak
Matahari masih menerangi meskipun menjelang malam. Wajah para penonton di penuhi keringat dan berkilau cerah. Seolah-olah seseorang mengolesi mereka dengan minyak, dan mata mereka, juga, berkilau dengan haus darah, seperti mereka menantikan pertarungan berikutnya untuk menjadi pertarungan hingga mati. Siapapun yang menang atau kalah tidak akan di simpan dalam hati mereka dalam waktu lama. Itu hanya panas dari pertarungan yang tersisa dari gairah abadi. Berdiri di udara, dan terus berputar-putar di arena.
“Maju, maju!’
“Lakukan, bunuh!”
Hari ini adalah kesuksesan lainnya. Karena banyak orang yang berbudi luhur yang tinggal di kota,  untuk biaya masuknya tidak lebih besar dari tunjangan mngguan anak-anak, untuk bisa menonton permainan, lebih dari seribu penonton telah terkumpul
Pertandingan berikutnya adalah pertarungan kavaleri. Dua pria bersenjatakan tombak. muncul dari gerbang timur dan barat, dan saling berpapasan dengan kecepatan tinggi. Pada tabrakan kedua, salah satu pria jatuh dari kudanya, saat dia bersusah payah untuk bangkit kembali, pria lainnya melompat dari kudanya dan memberikan pukulan terakhir.
Berikutnya ada dua pria hampir telanjang, yang mulai saling bergulat satu sama lain dengan tangan kosong.
Mereka  adalah Budak Pedang, atau biasa di panggil gladiator,  dalam kompensasi untuk melakukan ini di publik, pertarungan mengancam nyawa, orang-orang ini diberi kesempatan beberapa hari dari hidup mereka dan jumlah makanan yang minimum untuk melewatinya. Beberapa dari mereka memang lahir sebagai budak, beberapa lagi di lempar ke arena karena melakukan kejahatan, dan bahkan ada dari mereka yang dengan keinginan sendiri melemparkan diri mereka ke dalam neraka hidup ini.
Tapi jika gladiator cukup terkenal untuk menjadi veteran, mereka menerima popularitas yang berbeda dari orang banyak. Satu dari mereka, bernama Shique, adalah gladiator tampan yang populer di kalangan wanita dan baru saja memenangkan pertandingan berkelahi. Anehnya dia sombong, membungkuk mirip seperti bangsawan. dan terutama, suara nyaring bangkit dari orang banyak.
“Apa kamu lihat itu, Onii-sama[2] ? Shique menang!”
Itu adalah suara gadis diusia pubertas. yang duduk dia salah satu tribun di antara barisan bangku duduk depan. Pilar-pilar tinggi,yang berdiri di ujung kiri dan kanan, di bantu atap yang melindungi tribun. Hanya orang-orang yang bisa membayar dengan uang banyak bisa melihat pertandingan dari kursi VIP ini.
Dari penampilannya, lelaki muda yang menyandarkan dagu ke tangannya disampingnya, yang dia panggil ‘Onii-sama’, tampak tidak senang, dengan kain panjang melilit kepalanya. ujung kiri dan kanannya teruntai seperti agamawan dari Badyne, tampaknya dia menyembunyikan wajahnya dari pandangan orang-orang di sekitarnya.
“Ahh, seperti yang kamu katakan” dia bilang. “ Gladiator yang kamu pilih untuk menang. Sekarang, bukannya sudah cukup? Bisakah kita segera mencari sesuatu untuk di makan? Tempat ini membuatku sakit kepala”
“Tapi ini baru permulaan, bukan? Apa bau darah membuatmu sakit? Kamu kan penerus dari tanah Mephius?
“Hati-hati dengan bicaramu.”
Sama sekali tidak khawatir tentang keletihan pemuda tersebut, gadis itu tertawa tidak tetap
Pertarungan selanjutnya sudah di mulai, jadi lelaki muda itu di paksa untuk tetap tinggal dan  menyandarkan pipinya di tangannya lagi dengan tampang pahit. berapa banyak darah berhamburan, dan berapa banyak otot berkeringat sebelum dia bosan.
Dia sesekali mencuri pandangan ke gadis muda berkulit putih dan paras cantik. Dia memiliki kepolosan yang cocok dengan usianya, tapi juga keindahan sensual dan dewasa yang aneh  – pemandangan yang lebih menenangkan daripada pertarungan kejam di bawah.
Lalu setelah 2 pertarungan, panggung baru telah di atur di arena. Satu tiang besar terpancang di tengah, dan seorang wanita lajang di ikat di atas. Dia adalah wanita cantik. sengaja dibuat memakai pakaian robek, tiap kali dia menggeliat kesakitan, payudaranya dan pahanya yang bergoyang sementara suilan datang dari penonton lelaki yang memanas
Namun, wanita itu tidak dalam posisi untuk terganggu dengan pandangan mesum mereka, di waktu yang sama saat tiang berdiri,  kandang besar yang kira-kira sama tingginya di masukkan.
Di dalam ada hewan buas kira-kira sepanjang tujuh sampai delapan meter,berlendir, sisik hijau berkedip di bawah sinar matahari. itu adalah naga besar. dibesarkan melalui berulang-ulang di kembangbiakkan oleh manusia.  itu adalah jenis yang di sebut ‘Sozoz’ yang Mephius juga gunakan dalam perang,
Gigi besar yang mengatup, dan tiap-tiap cakarnya yang melebar dari enam kakinya, mirip seperti pedang tajam. mungkin karena sedang di bius. tampak keganasannya telah di tekan dan instingnya yang menumpul, tapi jika dipukul dengan tubuh besar itu akan mengakibatkan luka serius. dan sepertinya biasa menghancurkan kandang baja layaknya mainan.
“Lalu sekarang! Tuan-tuan dan nona-nona sekalian!”
Tiba-tiba orator berdiri di tempat tinggi dan mulai berbicara di pengeras suara, berniat menyelesaikan pidatonya sebelum  binatang itu mengamuk.
“Selanjutnya,  adalah awal dari program kami, Naga hebat yang pernah menguasai bumi dan mungkin telah membangun budaya kita, sekarang mereka tidak lebih dari makhluk haus darah. Hewan yang kita rendahkan, tidak perlu takut. Kita adalah jiwa-jiwa yang pemberani.  pikiran paling murni. yang mengambil alih dari era perjalanan di angkasa. bahkan tidak dengan taring-taring atau cakar-cakar naga – belum lagi nafas yang menakutkan dan mengerikan – akankah kita kalah?. Tolong, lihatlah buktinya. Lihatlah sosok pemberani dari pria ini yang menantang naga tua ini. hewan buas dari tuhan palsu yang menakutkan.”
Dari gerbang timur, seorang gladiator maju. kedua tangan lelaki itu, yang didukung tubuh berotot. ada bola besi yang terhubung ke rantai.
“Si Bola Rantai Verne!”
Sorakan penonton para penonton semakin keras, karena dia adalah gladiator yang bisa menyombongkan diri sebagai salah satu dari petarung terkenal di  Ba Roux. pria itu di pertengahan umur 30-an dengan kulit gelap. dan dia merespon dengan melambaikan tangannya kepada nona-nona dan tuan-tuan yang duduku di tribun. Lalu,
“Itu si Harimau!”
“Lihat. Harimau Besi Orba!”
Seorang pendekar pedang, juga sendiri, berjalan keluar, tapi dari Gerbang barat.   
“Sungguh eksentrik,” pemuda berkomentar pada topeng biru baja yang menutupi wajah gladiator. seolah-olah meniru harimau. taring kecil menjulur dari bibirnya. hanya membiarkan ruang kicil dimulut dari pria bernama Orba. terpotong jadi dua bagian membuka bagian mata harimau, tapi secara alami hanya mata orba mengintip dari situ. dan, meski biasanya harimau memiliki telinga membulat, topeng itu malah mengarah ke kedua sisinya  – hampir seolah-olah tanduk muncul dari ujung-ujungnya.
Namun, hanya itu saja, dia tidak memiliki sosok lebih unggul lainnya. di bandingkan dengan Verne, dia memiliki tubuh lemah, dan dia hanya memegang pedang pedang biasa di tangannya.
Para penonton mulai mengejek, mengatakan,
“Lihat tubuh kurusnya, hanya dengan satu pukulan si bola rantai akan meratakannya!”  

“Mereka bilang dia mengalahkan Meier kepala Baron di Arena Tidan dengan hanya dua serangan. Mari kita lihat dia melakukan hal yang sama pada Verne Kita. Majulah kalau begitu!”
“Ini si Harimau Besi Orba,” gadis itu mengatakan, saat pipinya memerah karena kegirangan. “Bukan ini penampilan pertamanya dia Ba Roux? tapi tampaknya dia terkenal. apa kamu tahu dia, Onii-sama?”
“Bagaimana mungkin aku tahu?”
“Astaga, jawabanmu dingin sekali, baik, jika kamu sangat bosan berada di sini, kenapa kita tidak membuat taruhan kecil di permainan ini? Mungkin akan membuatmu sedikit tertarik.”
“Taruhan, bukan? untuk apa, dan bagaimana?”
“Gampang, dua orang itu akan bertarung, siapa yang kamu harapkan akan menang?”
“Itu bodoh. Bagaimana itu bisa jadi taruhan? Bahkan akupun tahu siapa pria bernama Verne itu. Dan fisiknya jauh lebih baik. Bahkan amatir dapat melihat. Kamu hanya perlu Bertaruh dengan sesuatu yang sudah pasti kamu akan menangkan, kamu hanya berusaha mengurasku. kan?
“Astaga, kamu pelanggan yang menyusahkan! Tapi tak apa. Kamu boleh saja merajuk sesukamu, Dan aku bahkan berpikir untuk membawamu kesini bersama agar kamu dapat sedikit hiburan. Tapi aku sudah mengerti, aku mengerti kalau kamu tidak suka menghabiskan waktumu bersama Ineli. Kalau begitu, Aku tidak akan pernah mengajakmu lagi, jangan khawatir!”
Gadis Tersebut dengan kuat menolehkan wajahnya, sebagai pemuda yang panik berhenti menyandarkan dagunya ditangannya.
“T-tunggu, Aku salah” dia bilang. “Aku bertaruh pada pendekar pedang. Itu yang kamu inginkan bukan?”
“Tidak. Ineli memutuskan untuk bertaruh pada pendekar itu dari awal. Kamu boleh mengambil Si Bola Besi Verne. Onii-sama.”
“Hah? Kenapa?”
“Karena aku menyukainya.”
Meski kamu tidak dapat melihat wajahnya?  – itu yang ingin dikatakan pemuda itu, tapi dia berhenti sendiri pada waktunya. Dia tidak boleh lebih mengecewakannya lagi.
“Lalu sekarang,” orator katakan, menyuarakan suaranya lagi. “Akankah Orba atau Verne mengambil bagian sebagai pahlawan dan membebaskan wanita itu? Ataukah dua petarung ini bertarung dengan dengan sia-sia, saat kandang tersebut hancur dan nona cantik malang ini berakhir di perut naga?”
Dari situ, dua pendekar tersebut akan bertarung, dan pemenangnya akan menyelamatkan wanita tersebut – atau seperti yang orator nyatakan, seorang tuan putri tertentu dari negeri yang telah hancur’ –  dari cengkraman naga, dan juga memperoleh  sebuah percintaan di malam hari. Atau begitulah adegannya diatur.
Dua pria bersamaan melangkah maju. Saat mereka menghampiri satu sama lain, kekurangan dari fisik orba menjadi lebih jelas. Verne berbicara dengan suara yang dapat terdengar oleh orang-orang yang duduk di bangku depan.
“Jadi, kamu menyebut dirimu harimau, hah? Aku sudah mendengar namamu, Tapi, itu tidak lebih dari sekedar rumor belaka. Kamu mencoba menyembunyikan wajahmu, tapi aku bisa melihat kulit dibalik itu. Kamu masih kecil, hanya bocah.”
Bibir tebal Si Bola Rantai Verne, membentuk senyuman yang cocok dengannya.
“Aku yakin  topeng itu hanya tipuan supaya orang-orang tidak akan meremehkanmu. Kamu bukan harimau, kamu hanya anjing kampung kotor! Akan aku ajarkan kamu bagaimana pertarungan pria tulen yang itu.”
Menghadapi Verne, yang dengan keras tertawa tertawa terbahak-bahak, Orba tidak menjawab. Mungkin dengan asumsi dia telah goyah, Verne memberi tatapan mengejek, mengambil kuda-kuda pertahanan, dan menyandang Bola besi diatas bahunya.
“Mulai!”
Ada penanda dengan suara, tapi ditengah jalan menghilang kedalam suara sorakan penonton yang jauh lebih besar. dengan segera, Verne membuat gerakannya.
Dia mengangkat Bola rantai besi dengan seluruh kekuatannya. Awalnya, si pendekar bertopeng tersebut menyerang langsung. Seakan-akan panik oleh kekuatannya. dia dengan terburu meloncat mundur. Ada percikan kecil saat bola besi menyentuh topeng tersebut. itu cukup bagi Verne untuk menyerang Orba yang tersandung. Bola besi besar. Yang lebih besar dari kepala manusia, menghampiri dengan lolongan angin, dan Orba melanjutkan menghindar dengan mundur kebelakang.
Di berguling-guling ditanah, banyak melompat kanan-kiri, dan akhirnya terburu-buru membuat gerakan mengelak – yang mengundang tawa dari para penonton.
“Lihat itu, tampaknya si pendekar pedang sepertinya tidak dapat keluar dari situasi sulit, “  pemuda yang sama mengatakan. “ Atau jangan-jangan pertarungan ini tidak begitu adil?”
“Kamu pikir begitu?” Dikatakan gadis itu, melihat kedepan saat dia meletakkan jarinya di bibirnya yang tebal dan kemerah-merahan. “Kalau memang begitu, lalu mengapa pertandingan belum berakhir?”
“Itu karena lawannya terus menghindar dengan menyedihkan kesana kemari.”
“Aku penasaran kenapa Verne tidak bisa menyudutkan lawan yang dengan kikuk berlari kesana kemari.”
Pemuda itu ingin mengatakan sesuatu untuk menjawab tapi dia memilih diam. Saat dia menonton, dia menyadari bahwa Orba tidak benar-benar mundur, tapi terus memutari lawannya sambil menjaga jarak yang tepat. Dan sepertinya Verne tidak mampu lagi menyerang dan mengejar lawannya dengan tergesa-gesa.
Kemungkinan karena dia sudah kehilangan kesabaran, Verne menggunakan seluruh kekuatannya kedalam lemparan lainnya, Bola besi tersebut terbang melewati bahu Orba – Meskipun ini sangat jelas bagi pengamat, bahwa ini adalah kesempatan emas – dia hanya membalas dengan satu tusukan dengan pedangnya, sambil sekali lagi mengambil jarak.
“Seriuslah!:
“Berhenti bermain-main!”
Para penonton berhenti tertawa dan mulai mengejek ke arena. Tidak hanya pada Orba, tapi juga pada Verne yang tampak tidak bisa mengalahkan musuhnya yang terus berlari.
“Kamu bajingan!”Teriak Verne.
Ketika dia berusaha mengejar Orba secara Diagonal, Gadis tersebut mengangkat suaranya, “Ah!” dengan terkejut.
Orba, yang hingga sekarang hanya mundur, tiba-tiba mulai untuk maju. Berhenti dijalannya, Verne juga mengambil kesempatan ini untuk menyerang lagi.
Orba memiringkan tubuhnya kekanan, menghindari bola besi, saat dia berputar dengan kaki kirinya. pedangnya melintas dengan potongan diagonal. Saat itu rantainya terpotong, aneh, suara nyaring menggema di seluruh arena.  Lalu orba memutar tubuhnya lagi dan mengayukan pedangnya ke bawah dengan goncangan yang menyambar arena.
Tengkorak Verne terbelah dua raksasa tersebut tersungkur ke tanah.
“Me-Menakjubkan!” Teriak orator.
Namun, karena itu terjadi dengan cepat dan hasil yang tidak disangka-sangka, para penonton tampak agak terperangah. Walaupun hening canggung menyelimuti seluruh arena, sang pemenang tampak tidak peduli  dan menuju ke tiang pancang, dan meminta bantuan dari sejumlah budak dan untuk mengangkatnya dari tanah, dan menggunakan pedangnya untuk memotong tali yang membuat wanita tersebut terikat.
Dengan  teriakan gembira, wanita senang hati menempel dia leher Orba, hanya untuk di dorong dangan wajah bingung di wajahnya saat Orba segera mulai kembali ke gerbangnya.
Gadis yang berada di kursi Khusus – dia juga menatap ternganga pada akhir yang tiba-tiba – perlahan-lahan mulai membuat senyum dibibirnya. Gladiator bernama Orba itu tampak sama sekali tidak peduli terhadap penonton. Seolah-olah menyatakan bahwa alasan dia disini hanya untuk bertarung, dan membunuh seperti yang di perintahkan.
“Dia… mengalahkan Verne.”
“Dengan satu serangan.”
Setelah keheningan itu, suara yang memuji Orba mulai terdengar sedikit demi sedikit, Kini suasana hati yang tidak nyaman bagi para pengunjung, perlahan menepuk tangan mereka. suasana canggung hentakan kaki, dan sorak sorai yang sesuai untuk pemenang mulai mengisi tribun. Lalu, hampir seketika arena itu telah kembali ke keadaan yang semestinya, udara bergetar berat.
Itu adalah auman dari Naga Sozos.
Mungkin efek obatnya sudah habis. atau insting naluriahnya karena bau darah, tapi tiba-tiba makhluk mulai menggoyang-goyangkan tubuhnya dari kanan kekiri, menghancurkan sebagian sangkarnya,Salah satu budak yang dalam proses menarik semuanya masuk, tertangkap dan diangkat keatas dengan cakar naga. Sebelum dia dapat melawan, tubuhnya menghilang kedalam mulut Sozos.
Ada suara tulang yang hancur terdengar, dan di saat yang sama saat suara mengunyah dengan air liur mengerikan dapat terdengar, Arena tiba-tiba dipenuhi dengan teriakan, di tengah semua ketakutan dan kepanikan yang dengan cepat menyebar di area, Sozos dengan tenangnya merenggangkan ototnya dan  muncul dari kandang yang rusak.
Ditarik kedalam kerumunan yang berlomba-loba untuk menjadi yang pertama untuk kabur, pemuda yang tadi hampir jatuh di lantai, Tapi kemudian dia ditarik oleh tangan dari samping.
“Cepat! Lewat sini!”
Itu adalah salah satu dari prajurit yang menjaga bangku khusus, saat dia mengoceh dengan pedang dan senapan, dia berusaha membawa pemuda itu kedalam.
“Tu-tunggu. Ineli…”
Walaupun dia berusaha untuk menolak, dia tidak dapat bergerak bebas saat dia terus berdesak-desakan dengan orang-orang yang berusaha untuk kabur. Lalu dia mendengar teriakan sangat keras dan sangat di kenal. Tepat di depan cakar depan Sozos diluar tembok pemisah, ada sosok yang tidak lain dan tidak bukan adalah Ineli. Gadis yang wajahnya telah memucat saat dia terjatuh di galeri, dan tampak dia akan pingsan sewaktu-waktu.
Moncong naga itu terbuka  dari atas kebawah. Seperti deretan gadingnya yang mirip dengan pedang runcing tajam. terbuka,  mereka membentuk ikatan panjang dari air liur, Pemuda itu tanpa sadar mengalihkan perhatiannya, ketika seberkas darah menyembur dari leher Sozos. Penjaga arena gladiator yang dipekerjakan  bergegas membawa senjata. Namun, karena mereka dekat dengan bangku penonton, mereka hanya bisa menembak dari jarak titik buta, dan dari cara mereka berdiri, mereka tidak memiliki keberanian, Sementara mereka kebingungan pada apa yang akan dilakukan sambil mendekat, Sozos berbalik dengan cepat dan melempar mereka dengan satu serangan ekornya, Menerbangkan mereka sepenuhnya,
Gadis tersebut telah tersungkur ke lantai, matanya terbuka lebar melihat sekelilingnya.
Lalu, dengan mata itu, dia melihat.
Ada bayangan yang berlari melewati apitan Sozos layaknya hembusan angin,  Tepat sebelum sampai di dinding bata yang memisahkan bangku penonton dan gelanggang, bayangan itu memijaknya dan melayang di udara, Pria yang dengan topeng besi yang meniru harimau melompat ke pengelihatan gadis itu, sosok Orba sang gladiator mendarat di atas kepala Sozos.
Meskipun dia telah menyaksikan dia berlari dari belakang Sozos dari belakang naga yang teralihkan oleh peluru, dia tidak dapat tiba-tiba mempercayai itu.
Meskipun tubuh Orba kurus, sendi dan ototnya tampak menopang lengannya layaknya baja saat dia meraih pegangan kuat dari leher naga, sambil menjepit lehernya dengan kedua kakinya, dia berpegangan kuat dengan satu lengannya dan,tangan lain mengayunkan pedang dikepalanya,
Monster itu mengayun-ayunkan ekornya dan dengan sekuat tenaga menhentakkan kakinya, tapi naga itu masih berjuang tidak mampu menjatuhkan si gladiator. dia menghantamkan serangan kedua. Tapi yang ketiga merobek kulitnya, sekuat baju besi,  dan potongan daging dan darah berceceran. Namun Saat hantaman keempat datang pedangnya patah, tapi saat itu gladiator lainnya bergegas masuk.
“Orba!”
Menerima pedang yang dilempar dari pendekar pedang berkulit coklat, Orba sekali lagi mengangkatnya untuk hantaman kelima, mengikuti hal yang sama persis seperti yang tadi, hingga dia menancapkan setengah pedang itu kedalam mahkota kepala naga.
Mata emas berkilauan monster itu menatap rindu ke langit. Tepat sebelum badan besarnya tersungkur, pendekar pedang itu menukik kesamping bangku penonton..
Gadis tersebut, masih berlutut di lantai, sedang melihat pada Pendekar itu, Hal itu seolah-olah dia datang dari dongeng, bagi dirinya yang merasa seperti tuan putri yang di culik oleh penyihir iblis, dan meskipun dia menatapnya dengan jantung yang berdebar. Dari semua hal. Gladiator yang menjadi pahlawan melanjutkan langkahnya, sepenuhnya mengabaikannya, dan dengan gesit melompat ke tembok pemisah dan kembali ke gelanggang.
Masih ada awan ketakutan yang bergantung di seluruh arena saat dia menunjukkan pada gadis itu punggungnya dan pergi, tapi bukannya memancarkan aura pemenang, dia tampak lebih seperti sosok tersendiri yang susah untuk tidak dipandang.
“A-apa kamu baik-baik saja?”
Dia berbalik ke pemuda yang dia ajak bersama, yang datang berlari kepadanya dengan terengah-engah, dan tiba-tiba dia merasakan sensasi aneh, dia hanya melihatnya sekilas saat berpapasan tadi, tapi mata di balik pendekar pedang bertopeng itu tampak menyerupai pemuda ini.
Dan disana ada lagi pria lain yang fokus melihat punggung Orba, terkejut entah kenapa.
“Tidak mungkin, dia masih hidup”
Dia menyeka keringat dari dagu yang sedikit kendor dengan punggung tangannya. Berdiri di belakang pemuda itu - dia juga seorang pria yang duduk di bangku khusus - dia berbicara pada dirinya sendiri dengan heran saat bau unik dari darah melayang.
“Namanya adalah Orba? Dua tahun… Dua tahun lamanya, hah.”
Bagian 2
“Dua tahun.”
Sang Gladiator, Orba, menatap pada kegelapan yang mengelilinginya, tiba-tiba menggumamkan kata itu di mulutnya, walaupun hanya ‘dua tahun’ dalam pekerjaan ini, pekerjaan ini di penuhi oleh penderitaan, darah, dan mayat. Sudah beberapa kali dia berjuang untuk hidupnya, hanya untuk membuat kakinya dirantai pada akhirnya, menghabiskan waktu di kandang budak, dimana hiburannya hanya berlatih dipagi hari untuk tetap hidup sebagai budak pedanng? Dan lalu akan ada pertarungan selanjutnya
Tidak satupun, kecuali Orba sendiri, yang menyangka dirinya dapat hidup melewati pertarungan lebih dari lima pertarungan. Dua tahun yang lalu, ketika Orba pertama kali melangkahkan kakinya di Arena, dia masih berumur 14 tahun. tubuhnya bahkan lebih kurus dari sekarang, dan dia kesulitan menggunakan senjata.
Namun, pada kenyataannya, dia bertahan. Dia mengacungkan senjata yang dipegang di tangannya, terpilih dari salah satu dari sedikit senjata yang bisa dia gunakan, sampai batas kekuatannya. Dia hanya tahu cara bertarung dengan menyerang secara ceroboh. Saat dia memperoleh pengalaman, kemampuanya, ketebalan masing-masing serat ototnya, keahlian menggunakan senjata baru, dan juga mayat musuh yang dia langkahi, meningkat setiap kali dia muncul dalam pertarungan lainnya.
Dan jadi, dua tahun telah berlalu. Orba tidak tahu apa itu waktu yang lama atau singkat. Terkadang, dia mengira kalau dirinya sangat tua, tapi dia juga merasa seperti anak muda berkali-kali yang masih tidak tahu apapun soal pertarungan.
Bagaimanapun, mungkin itu ada hubungannya dengan fakta, bahwa dia tidak di berkahi dengan kesempatan untuk melihat wajahnya sendiri. Terpasang di wajahnya, dia masih memakai topeng besi yang dia pakai di gelanggag. Karena topengnya belum pernah dilepas selama dua tahun, Budak Pedang lainnya milik Grup Gladiatorial Tarkas sama sekali tidak tahu wajah aslinya.
“Bangun, budak! Kalian benci bangun? Lalu bersiaplah untuk hari terburukmu!”
Ketika pagi datang, hari lain bagi para budak dimulai. Seorang yang bertugas dalam pelatihan Budak Pedang, dan pengawas budak utama, adalah Gowen, yang membawa semuanya dari tempat tidurnya. dan membuat mereka mulai  membersihkan ruangan.
Ketika itu sudah selesai, mereka merawat singa, ular, babi liar, harimau dan – hewan-hewan yang digunakan dalam arena – menunggu mereka. Khususnya, merawat naga adalah hal sulit. Bahkan merawat naga-naga yang kecil hingga sedang terlalu berlebihan untuk seorang saja, tapi merawat yang berukuran besar Naga Sozos itu jauh lebih buruk. Sementara di harapkan bagi budak untuk mati dengan pedang, banyak juga yang hancur di mulut naga ini yang dengan sengaja di latih supaya tidak terbiasa dengan manusia.
Orba melangkahkan kakinya di kandang naga yang besar itu,  yang lebih besar dari kamar tidur para budak – Jauh dari itu – dan menyerupai halaman kastil, tapi dia berhenti di jalannya ketika menyadari punggung seorang wanita.
Dia adalah Hou Ran. Dari semua budak lainnya yang diperintahkan memberi makan naga, hanya dia yang secara langsung menyentuh kulit naga. Tentu saja, kaki naga dan lehernya borgol dengan rantai,  karena tidak perlu khawatir dengan kejadian seperti kemarin, tapi itu bukan berarti  aman sepenuhnya. Bahkan dari kejauhan masih dapat membuat Gladiator ragu, menyapa tiap naga satu persatu, dia dengan lembut menyentuh kulit mereka dengan jari-jarinya,
“Orba.”
Memanggil namanya, dia segera berbalik
“Jadi kamu menyadariku.”
“Aku telah diberi tahu oleh ‘suara’ dari para naga.”
Ran tersenyum. dia tampak sungguh tidak cocok dengan semua orang, bukan hanya kejam, Kamp penahanan Budak Pedang , dan Orba masih belum terbiasa dengan senyum tak berdayanya.
Kulitnya seperti kayu eboni yang di poles, berpadu dengan rambut yang tampak berubah pucat, memancarkan pesona misterius. Berasal dari pemuja Dewa Naga yang berkeliaran di pegunungan barat Mephius, Tidak seperti sukunya yang tertutup, Ran dipenuhi dengan keingintahuan, Secara sembunyi-sembunyi  naik salah satu gerbong karavan sukunya dan datang kedunia luar. Karena dia tidak pernah menceritakan apa yang sebenarnya terjadi setelah itu, dia tidak tahu kapan Tarkas menyewanya, dan bagaimana dia merawat naga-naga sendiri seperti ini.
“Apa naga-naga ini tahu namaku?”
“‘Suara’ mereka muncul seperti gambar di kepalaku. Mereka tahu wajahmu, Orba. Kamu disukai oleh para naga.”
Meski tampak konyol, faktanya, kelihatan seperti pupilnya, dengan jelas memberikan kesan layaknya dalam lautan,  memiliki semacam kecerdasan yang hilang untuk orang beradap.  Dari sisi lain pagar, Naga kecil menjulurkan moncongnya dan menderak gigi padanya
“Tidak nampak seperti itu.” Orba bilang dengan senyum tipis.
Pada saat Orba Muncul dua tahun yang lalu, Hou Ran sudah lebih dulu di Kamp Penahanan. Dulu, walaupun dia tidak membuat kontak mata langsung dengan pekerja lain dari Tarkas, dia bahkan tidak berbicara pada Orba. Entah mereka melihat wajah Orba atau mendengar suara Ran dulu, mereka akan segera menjadi target taruhan sebagai hiburan kecil  di antara Budak Pedang.
Tapi, pernah sekali, Ran akan diperlakukan jahat oleh beberapa Budak Pedang yang baru saja masuk di Kamp, Orba hanya kebetulan lewat dan menghajar mereka semua, dan sejak saat itu Ran setidaknya telah dapat berbicara padanya sedikit.
“Aku dengar kamu diserang oleh Sozos di Ba Roux.”
Aku yang menyerang Sozos,” Dia menekankan. “Monster itu tiba-tiba mengamuk.”
“Bahkan dengan obat, tidak berguna memenjarakan hatinya dengan paksa, Jika aku adalah pengawasnya, hal seperti itu tidak akan pernah terjadi.”

Dia menggigit bibirnya, tapi bukan karena dia khawatir karena Orba atau pengunjungnya, dengan sosok gadis yang menepuk  tengkuk dari naga Baian ukuran sedang di ujung pandangannya. Orba menyelesaikan pekerjaannya sendiri dan meninggalkan kandang Naga.
Setelah memberi makan hewan-hewan selesai, sudah waktunya merawat senjata mereka. Karena mereka harus menjaga nyawa mereka dengan diri mereka sendiri, mereka berhati-hari merawatnya satu persatu. Kapanpun mereka menangani senjata mereka, sekitar sepuluh pengawal dengan penuh zirah bertindak sebagai pengawas. Tentu mereka ada disana untuk memastikan Bahwa tidak ada Budak Pedang yang berusaha memberontak.
Lalu setelah menyelesaikan makanan dengan Roti dan sup – Yang selamat dari pertarungan Gladiator kemarin diberikan daging dengan buah sebagai hadiah – Tiap dari mereka memulai berlatih di siang hari. Sama seperti saat merawat senjata mereka, ada tentara bersenjata yang mengawasi. tapi kali ini, Rantai yang menghubungkan kedua kakinya di lepas.
Budak Pedang yang bertahan lebih dari dua tahun seperti Orba sangatlah langka. Nyawa yang hilang satu persatu, dan wajah baru selalu muncul di hari berikutnya. Gowen tanpa kenal lelah mengajari mereka langkah-langkah memegang pedang atau senapan, dan melatih mereka terus menerus hingga mereka sepenuhnya siap
Orba juga melawan beberapa pendatang baru. Terkadang saat mereka pedang mereka berhantaman, sama seperti dalam pertarungan sebenarnya. Bukan hal yang luar biasa bagi seseorang kehilangan anggota badannya atau kehilangan nyawa di tengah pelatihan.
Hari ini, tidak ada korban sama sekali. Tapi itu bukan berarti mereka beruntung. Hari berikutnya mungkin saja nasib mereka lebih menyedihkan lagi, dan kematian yang mengerikan mungkin menunggu para gladiator ini.
Ketika semua wajah dari Budak Pedang berubah gelap. kulit mereka dibasahi keringat dan dipenuhi debu, Orba bergerak menuju pagar yang memisahkan tempat pelatihan dari lorong di sisi lain dan melihat sosok Tarkas.
Mengatakan “Tenang!” pada pendatang baru, Orba segera menuju kesana.
Juga menyadari pria bertopeng, Tarkas berhenti di jalannya. Ada perasaan tidak percaya menyelinap melalui pipinya yang merosot.
“Ada apa. Harimau Besi? Ahh… Kerja bagus kemarin.” Wajahnya menunjukkan seolah-olah dia baru saja ingat untuk memberi makan anjing peliharaannya. “Verne dengan cepat menjadi gladiator terkenal.  rombongan gladiator lainnya mulai membicarakan tentang keinginan membuat dia melawanmu. ‘Bisakah kita mendapatkan kembali uang yang kita investasikan pada dengan cara itu?’  – Jangan coba sarkastik bodoh itu padaku. Yah, aku kira aku merasa sedikit berterima kasih juga. Dan membunuh Sozos—”
“Tarkas, berapa lama lagi aku harus terus menang?”
“Apa maksudmu?”
“Ini sudah dua tahun. Aku selalu menang selama ini. Berapa banyak lagi aku harus menjadi ‘Pertunjukan Utama’ seperti kemarin, bukannya tinggal menunggu waktu saja bagimu untuk melepas rantai ini dari kakiku?”
Budak Pedang, semua dari mereka, melakukan pertukaran kontrak satu sama lain ketika di beli oleh pedagang. Walaupun Tarkas tampak menanganinya dengan cukup samar.  
“Jangan kira aku tidak paham maksudmu. Bahkan budak punya hak untuk melihat kontraknya. Aku telah menunggu di sini Tarkas. Aku seharusnya sudah diizinkan untuk pergi dari dulu.”
Saat Orba berbicara tepat di depannya, Tarkas dengan tajam menyipitkan matanya.
“Jadi, dimana kamu berencana pergi? Pastinya kamu bisa dilepaskan dari tanganku, tapi kamu masih akan menjadi kriminal. Kamu tidak punya uang untuk membayar sisa masa hukumanmu. Atau mungkin kamu bekerja di Tambang Tsaga  di sepanjang perbatas barat? Gas beracun, hewan liar pemakan manusia, Suku Geblin pemburu manusia, dan – Tentu saja – sangat menyedihkan dan kerja paksa. Kalau itu sama dengan neraka, atau jika kamu merasa itu lebih baik dari disini, Cepat dan kembali ke pelatihanmu. Dan jangan pernah bicara padaku seakan kita setara, hingga kamu telah menjadi sepenuhnya menjadi pendekar pedang yang menperoleh bayarannya.”
Menusukkan jari tebalnya di wajah Orba, Tarkas dengan cepat pergi menuju kantornya. Di belakangnya. Wajah asing mengikuti, mengingat tempat ini adalah tempat dimana kaki terikat dengan rantai, mereka mungkin budak-budak yang baru dibeli.
Orba diam. Matanya dipenuhi dengan kemarahan. Namun, perkataan Tarkas memang bukanlah kebohongan. menyangkut hukum Mephias, pada dasarnya kamu bisa menjual hidupmu atau masuk penjara. Seperti Tambang Tsaga  yang dibicarakan Tarkas – Haruskah dia menerima untuk melayani negara ini, dengan di dampingi oleh bahaya, dan menjual dirinya sebagai budak disana?
Menggenggam pagar sekuat-kuatnya dengan tangannya, sebelum dia sadar jari-jarinya mati rasa. Orba tetap berdiri di tempat.
“Apa yang kamu lakukan Orba!? Kembali kesini!”
Setelah akhirnya di tegur oelah Gowen, daia kembali berlatih. Seperti biasa...
Beberapa lama setelah itu, setelah membersihkan tubuh mereka dengan semangkok air, sudah waktunya makan kedua di hari itu. Orba, membulatkan tubuhnya seperti membungkuk di ujung ruang makan. hampir memegang makanannya. kebiasaannya, dia tidak bisa makan tanpa baca buku
lalu,
“Orba, kerja bagus kemarin.”
Budak pedang lainnya, seorang bernama Shique, mendekap dipunggungnya, dan Orba dengan kasar melepasnya dengan tangannya.
“Si bujang Bola Rantai Verne itu. ketika pertarungan sudah di tentukan, Aku tidak tahu mau melakukan apa. Kalau kamu mendapati kerugian besar, Aku berniat menembaknya dari luar.”
“Pergilah. Kecuali kamu ingin melukai wajah sembongmu itu.”
“Ooh, menakutkan, Tapi aku tidak masalah dengan luka apapun yang kamu berikan, Itu akan menjadi ikatan di antara aku dan kamu.”
Meskipun sulit, walau tingkah laku Shique yang sering terkekeh, untuk menilai dengan akurat apa dia itu serius atau bercanda, Orba tidak bergaul dengannya lagi pula. Si tampan Shique yang telah tumbuh rambutnya bahkan mengunakan Make Up ketika bertarung sebagai gladiator, dia sangatlah popular diantara para wanita. Meskipun orang sendiri suka bergaya, misogynist besar [3].
“Bagaimanapun, Harapanku tidak kurang darimu, Orba. Meski tanpa aku yang membantumu, kamu masih berhasil membuat pertunjukan yang luar biasa. apa kamu di kenyataan dan julukan adalah gladiator teratas Tarkas, Aku penasaran?”
“Aku tidak akan mengatakan itu luar biasa.”
Gowen, yang bertugas dalam melatih para gladiator, datang. Meskipun Orba menunjukkan kejengkelan di matanya saat dia duduk di meja yang sama, dia tampak tidak peduli.
“Mekipun kamu melakukannya dengan baik, faktanya itu juga berbahaya. Ketika kamu memaksa masuk. tempomu terlalu cepat. kebiasaan burukmu mengambil resiko ketika disudutkan. bahkan jika hanya sedikit. Kamu harus menghabiskan waktumu dengan untuk berusaha mendominasi. Walaupun Verne adalah pendekar yang hebat, dia bukan tipe orang yang mengincar kelemahan lawannya. Tapi musuh yang lebih lebih peka dapat dengan mudah melihat sifat cepat emosimu, dan melumpuhkan kakimu.”
Dia adalah pria berambut abu-abu berumur 50-an, tapi dia  memiliki tubuh yang gagah dan kecokelatan, dan tatapan tajam yang dia tunjukkan pada Budak Pedang dipenuhi tekanan.
“Musuhnya adalah Verne. Orang itu cukup aneh, dalam kondisi yang sangat bagus.” Suara baru muncul, Raksasa no.1 milik Grup Gladitoriak Tarkas, Gilliam.
Dia berada di arena yang sama seperti Orba dan Shique di hari sebelumnya, membawa kapak tempur di bahunya, dan dengan itu tiga Budak Pedang terkuat berkumpul bersama. Dengan rambut pirang panjang dalam banyak keanehan, wajahnya, menyeringai dengan dengan gigi terkatup, tampak mengintimidasi seakan dia itu singa liar.
“Saat aku mendengarmu harus berhadapan dengan Verne, jujur saja aku pikir kamu kehabisan keberuntungan. Yah, kemampuanmu tidak buruk. Tapi, seperti biasa kamu masih tidak tahu artinya menjadi seorang gladiator.  Tidak ada gunanya menang tanpa hormat, itu tidak akan memuaskan para penonton. Caramu yang sembarangan terus berlari kesana kemari dan tiba-tiba menyelesaikan pertarungan dengan satu serangan itu tidak menghibur. Kamu seharusnya melawan mereka langsung dari depan.”
Bagi seorang Budak Pedang, Gladiator bukan hanya tentang kemenangan. Kamu harus terkenal, singkatnya, pastikan  banyak pengunjung datang hanya untuk menyaksikan gladiator itu saja. Gladiator polos, setelah menerima uang banyak, akan dibuang ke hadapan hewan buas atau naga sendirian, hanya untuk memuaskan selera sadis pelanggan.
Itulah mangapa gladiator – setiap dari mereka – berusaha mengasah kemampuan mereka, dan juga berusaha menarik penonton dengan penampilan mencolok untuk bertahan. Beberapa menghias tubuh mereka dengan armor mencolok, beberapa orang menunjukkan jantung musuhnya setelah musuhnya mati, sementara yang lain menanamkan tato misterius ketubuh mereka.
Sedangkan untuk Shique, dia secara dramatis mengaku sebagai ‘keturunan dari dinasti kerajaan kuno’
“Kali ini, lawan aku, Orba. Akan aku ajarkan kamu apa itu pertempuran yang sebenarnya.”
“Tidak tertarik.”
“Haha, apa kamu takut padaku?”
“Oh,  Aku. Aku ketakutan. Jadi, enyahlah.”
“Kamu bajingan!”
Saat melanjutkan makannya dia dengan perilaku bungkuknya yang biasa, Gillium mendorongnya dari belakang.
“Hentikan!” Perintah Gowen.
Jika ada gangguan, tentara milik grup gladitorial akan masuk kedalam, jadi Gillium pergi dengan wajah memerah.
“Kalau diingat-ingat, beberapa pendatang baru aneh muncul.” Kata Gowen, setelah beberapa waktu berlalu, seakan-akan dia baru ingat, tampaknya dia membicarakan tentang yang Orba lihat mengikuti Tarkas sebelumnya.
“Aneh? Seperti tanduk di kepalanya, dan  tonjolan ekor dipinggul mereka?” Budak Pedang bernama Kain datang menyela.
Dia adalah anak lelaki, yang seumuran dengan Orba, yang datang fasilitas penahanan setahun lalu dan menyerupai dirinya. fisiknya tidak begitu bagus dengan pedang, tapi unggul dalam ketangkasan, khususnya ketika menggunakan pistol atau senapan.
“Atau mungkin orang selamat dari Suku Ryuujin[4], bukannya itu terdengar romantis?”
“Ryuujin, Geblin, atau apapun jenis orang yang muncul sekarang, aku mungkin tidak akan begitu terkejut. Lagipula, Ini perusahaan Budak Pedang, tempat berdagang beraneka ragam ras.”
“ Ini cerita yang jauh lebih sederhana, aku dengar hampir setiap orang dari mereka semua tidak memiliki keterampilan berpedang.”
“Apa…?”
Tampak tidak tertarik, Kain mengulurkan tangannya.
“Aku hampir tidak percaya kalau Tarkas membawa orang-orang tak berguna tanpa wajah pemarah. Tapi tidak biasanya dia tampak dalam suasana hati yang baik.”
“Oh?”
“Pastinya, Pagi tuan seperti Tarkas, yang matanya selalu terpesona dengan kilauan emas, memang terasa aneh, bukan?”
“Suasana hati Bagus? Pria itu?” Kata orba, mengingat situasinya dengan Tarkas hari ini.
“Aku kenal dia lebih lama darimu. suasana hatinya bagus hanya waktu ketika dia mendapatkan uang banyak.”
“Kemudian lagi, aku penasaran jika bangsawan yang datang berkunjung. Mengenai pertandingan, atau sesuatu seperti itu, Pendatang baru itu bisa saja pesanan dari bangsawan, Atau mungkin mereka adalah lawan politik yang menentang Kekaisaran Mephius. mungkin juga ada permintaan untuk mereka dijadikan makanan naga secara serampangan di depan publik?”    
“Ada penekanan yang aneh di perkataanmu, karena aku bisa membaca wajahmu.”
“Terserah, dimana buku baru? sudah tiga bulan sejak aku memintanya.”
Kehilangan ketertarikan dalam percakapan, Orba bertanya mengenai hal lain. yang lainnya mulai mengangkat topik berbeda diantara mereka. Besok, mereka cenderung bertarung sebagai lawan bahkan jika mereka adalah gladiator dari perusahaan yang sama. pemikirkan untuk memperdalam pertemanan lebih dari yang diperlukan tidak pernah ada di pikiran Orba sejak awal.
“Ahh, bukunya sudah ada dan akan tiba besok. Namun… walaupun ini sedikit terlambat dikatakan, kamu sedikit tidak biasa juga. dari orang-orang disini,  bahkan mereka yang bisa membaca dan menulis huruf, aku ragu mereka pernah membaca lebih dari seratus kali selama kehidupan mereka.”
Sambil memisahkan kulit ayam, Gowen melirik Orba.
“Terkadang, bahkan aku hampir terbawa oleh dorongan untuk membuka menarik topeng itu. Wajah apa yang sebenarnya berada dibalik topeng itu? Ada waktu ketika aku mengira kalau kamu hanya bocal kecil liar, dan ada waktu pria berkepala dingin yang selamat dari berbagai macam pertempuran. Kemarin seperti itu. Kamu mengambil tindakan yang tepat melawan Sozos tanpa takut.”
“Apa kamu memujiku atau tidak?”
“Aku memujimu. daripada mengambil pedang dan bertarung untuk dirimu sendiri, kamu dengan tenangnya mempertimbangkan situasi. Walaupun aku pikir kamu mungkin sebenarnya lebih cocok sebagai pemimpin, jika kamu bukan orang yang cepat emosian. Kamu menyukai buku tantang sejarah dan orang-orang, terbawa kedalam bacaan hingga tengah malam, dan menelan pengetahuan mereka.”
Ketika bertemu dengannya pertama kali,  awalnya dari waktu dia dibeli oleh  perusahaan Tarkas, wajah Orba telah ditutupi oleh topeng. Sejak saat itu, dia tidak pernah membuka topengnya sekalipun. Tentu saja, semuanya ingin tahu kenapa. Mereka ingin melihat wajahnya. Mereka penasaran tentang asal muasalnya.
Pada awalnya, Gowen khawatir kalau Orba akan adu tinju atas rasa penasaran dan kecurigaan mereka. Tapi ketika setengah tahun telah berlalu,  dia memikirkan untuk sementara beralasan bahwa penyihir telah meletakkan kutukan di topengnya dan setelah setahun ejekan itu berhenti, dan tidak lama kemudian tidak ada yang menanyakannya lagi. Walaupun beberapa pendatang baru kadang menanyakannya, Orba hanya mengabaikannya.
“Apa yang kamu peroleh dari buku? Setidaknya, ditempat dimana kamu dilahirkan dan tumbuh, kamu tidak memperoleh kehormatan tidak peduli sebanyak apa buku yang kamu punyai.”
“iru terdengar Seperti kamu ini dibesarka oleh orang utan atau Geblin.”
“Perhatikan bahasamu, Orba. aku pikir aku sangat baik padamu mengingat situasi. Kalau itu bukan masalah bagimu, aku juga bisa melakukan sikap yang sama.”
Berperilaku seperti pria yang tidak paham dengan candaan adalah salah satu kebiasaan Gowen. Orba mengungkapkan senyum tertahan, tapi  petugas pelatihan Budak Pedang itu tiba-tiba tampak serius.
“Sebagai Budak Pedang, biasanya, kamu hanya perlu berusaha keras untuk bertahan hidup seharian, beberapa keluar kembali ke dunia rusak ini, karena mereka tidak bisa hidup tanpa melakukan kejahatan lainnya, ada beberapa orang yang memilih menjadi Budak Pedang selama sisa hidupnya, –Walaupun kebanyakan mungkin berumur pendek – Tapi kamu berbeda. Kamu setidaknya,  tidak terserap dalam dunia pembunuhan dan fokus ke masa depan. Setelah itu, aku berpikir : Hei, apa yang seharusnya aku katakan pada pria seperti itu? Haruskah aku bilang untuk membuang saja masa depannya begitu saja? Bila sesulit itu, bahkan jika kamu berpegang teguh?  Atau haruskah aku memberi tahunya untuk dengan berpegang teguh dengan harapan itu? Karena itu akan menjadi kekuatan baginya untuk menjalani hidup?
“Apa kamu secara sembunyi-sembunyi minum alkohol kek? Kamu banyak bicara.”
“Aku sedang serius.”
Gowen dengan keras kepala menggelengkan kepalanya, Orba menganggap dia benar-benar mabuk. Biasanya, Gowen tidak akan tinggal diam kalau di panggil ‘Kakek’.
“Untuk siapa kamu bertarung?  Budak Pedang lainnya, dirimu sendiri, atau kamu punya tujuan lain di pikiranmu?”
“Aku tidak tahu.”
Berbicara kacau seperti anak kecil, Orba memalingkan wajahnya. Dia tidak mau perasaan hatinya terlihat, dimana dia gemetaran seperti anak kecil.
Menyelesaikan makanannya, Orba secepatnya meninggalkan ruang makan, Walaupun Budak Pedang dapat berjalan bebas, namun tidak ada tempat lain selain ruang makan dan kamar tidur di Kamp penahanan. disebut kamar tidur, tapi bentuknya tidak jauh berbeda dari kandang untuk memelihara ternak. Orba Menatap tangannya sendiri.
Sudah dua tahun sejak saat itu. Bahkan hari ini, dia bisa mengingatnya dengan jelas. Dan jika dia tidak memastikannya sendiri, ‘dua tahun’ itu tidak lebih dari sekedar angka. Selama dua tahun, Orba hampir tidak bertahan hidup. dikelilingi oleh bau darah, tekad, dan besi.
Namun, dia membunuh, kemudian bertahan hidup, melakukan itu terus menerus, dan apa gunanya itu semua?
Orba berbalik diatas lantai. dia telah tumbuh terbiasa dengan dengan topeng kerasnya yang menyentuh lantai. Seperti yang dikatakan Tarkas. Meski jika dia bebas dari perbudakan, dia tidak tahu lebih dari cara hidup yang ‘Pintar’ , tapi tampaknya Gowen telas salah paham akan sesuatu – Dia tidak sedang menunggu dengan harapan untuk masa depan seperti itu. Seandainya dia melakukan...
Di bawah bayangan tipis yang dibentuk oleh taring, Orba menggertakkan giginya.
Jika aku hidup melewati semua ini, lalu apa yang aku lakukan?
Sudah diputuskan. Dia lelah melakukan hal yang sama berulang-ulang di arena, pembantaian, darah, pertarungan, saling bunuh membunuh. dia tidak pernah dapat memikirkan hal-hal seperti ‘tidak apa-apa’ atau  ‘Akan semakin mudah’.
An inexplicable anger was stuck in the glitter of his eyes, on the other side of the mask.
Disisi lain topeng itu. Kemarahan yang tidak dapat di jelaskan terjebak di dalam kilauan matanya.
Akan aku dapatkan kembali. Akan aku rebut kembali. Dan untuk orang yang merampasnya dariku, meskipun itu tidak cukup,  akan aku buat mereka sepenuhnya merasakan kesakitan  dan teriakan penderitaan dari semua orang yang aku bunuh selama dua tahun ini.
Bagian 3
“Jadi kamu disini, Orba.”
Roan secara tiba-tiba menunjukkan wajahnya.
Orba, yang melihat ke langit malam, dengan kasar mengalihkan kan wajahnya. Sebagai hukuman karena melalaikan tugas merawat hewan dan malah pergi bermain, ibunya telah mengambil makan malamnya dan sekarang dia berada di luar lumbung, merajuk sendiri. Wajahnya, begitu juga dengan kedua lututnya ditimbunkan di kepalanya. yang dengan goresan.
“Apa kamu berkelahi lagi?”
“Tidak juga.”
Orba yang cepat emosian selalu bertengkar dengan anak-anak kecil tetangga lainnya. Mengayun-ayunkan pedang, dia bahkan pergi sejauh desa tetangga untuk berantem.  Penduduk desa melihat sosoknya, hampir terjatuh saat dia berlari melewati ladang, setengah bercanda mengatakan,
“Oh, Orba melakukan yang terbaik lagi,” saat mereka melambaikan tangan mereka dan menyaksikan dia pergi, setelah perkelahiannya, ibunya memarahinya terus menerus.
“Kenapa kamu tidak mencontoh kakakmu,” itu yang selalu dia katakan.
Kakaknya bisa melakukan apapun. Dulu, dia membaca sebuah buku yang ayahnya bawa ketika pergi ke kota beberapa kali, dan dari hanya itu saja dia dapat mengingat bacaan dan menulis huruf sendiri. Dia juga mempelajari bagaimana matematika dasar saat masih sangat kecil. Ketika umurnya sekitar 10 tahun, dia memohon kepada pedagang dari kota untuk mengambilnya sebagai asisten, dia juga membantu biaya hidup keluarganya yang miskin.
Disisi lain Orba, walaupun dia belajar membaca dan menulis huruf dari kakaknya, dia buruk dalam matematika, dan terlebih lagi, dia tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan darah panasnya.
Hampir tiap malam, dia tidak tidur berjam-jam sambil menatapi langit-langit. Darahnya salalu bergejolak di gelapan. Setelah pertarungan tinju dan sejenisnya, sakit yang menusuk-nusuk dari lukanya tampak meluap dengan panas, darah hitam lebih menyakitkan yang lebih dalam, seolah-olah dengan mudahnya keluar.
Saat itu, dia meloncat dengan kakinya dan pergi keluar. Dan dia mengambil pedang kayunya uang yang bersadar digudang. Tidak peduli berapa kali telah disita oleh ibunya,  dia selalu membuat goresan baru. yang bukan hal tidak biasa, juga dia mengayunkan pedangnya hingga fajar tiba.
“Tidak masalah kalau kamu terlibat dalam perkelahian, “ Kata Roan, yang duduk disamping Orba. “Tapi kamu harus membantu ibu sebaik-baiknya. Bekerja sendiri sebagai seorang perempuan sangatlah sulit. Kamu tahu itukah?”
Sepanjang perbatasan selatan Kekaisaan Mephius, ada tempat yang dikenal Lembah Drought(Kekeringan). sementara lembah yang dimana sungainya yang telah mengering adalah hal yang biasa, desa miskin di tanah tandus ini, namanya bahkan tidak ditulis di peta manapun, adalah dimana Orba tumbuh.
Orba tidak memiliki banyak kenangan dari ayahnya. Dia meninggal ketika Orba berumur dua atau tiga tahun. Saat dia diserang di pekerjaan  konstruksi tambahan untuk Benteng Apta yang melindungi perbatasan di selatan desa, ayahnya salah satu korban yang tidak beruntung di dalam gua saat dia sedang menggali di tebing, Memotong tebing terjal lembah daripada membuat rumah atau bangunan adalah hal yang sering dilakukan di Mephius, dan Ayahnya kuli disana.
“Ayah adalah pria yang lahir untuk menggali lubang gelap di tanah.”
Dia mengingat itu, suatu hari, ibunya mengatakan itu dengan nada yang tidak mengeluh ataupun berduka pula. dengan itu, ibunya juga  adalah orang yang tidak senang selalu bekerja keras dari pagi hingga hingga sore, setiap hari. Dia membajak ladang, menjual pakaian dan handuk asli buatannya di Kota Apta sekali sebulan, dan membuat rebusan hampir hambar untuk kakakku tiap hari tanpa kenal lelah.
Orba juga melewati hidup tanpa berubahan warna, dengan satu-satunya kebahagiaanya ketika kakaknya pulang untuk beristirahat, dua atau tiga kali sebulan, dan membawa bermacam-macam buku yang berbeda.
Buku-buku yang ditulis mengenai Dunia Lama dimana umat manusia meninggalkan sarangnya, buku-buku tentang Raja Sihir Zodias, dan diatas itu semua, novel-novel bersejarah dengan ilustrasi berwarna atau cerita kepahlawanan, yang membuat Orba terserap kedalamnya, Pahlawan Berani yang mengayunkan pedang-pedang mereka untuk menyelamatkan negeri yang dipenuhi bahaya, putri cantik dengan busana tipis yang dipenjara di menara-menara pencakar langit, naga jahat yang bangkit dari reruntuhan kuno — Hal yang dia tidak pernah alami semasa hidupnya dan banyak petualangan yang mempesona di dunia itu membuat Orba terpikat, dan kapanpun dia menutup bukunya, kembali ke kenyataan yang kecil dan menyedihkan yang mengelilinginya hanya membuatnya putus asa.
Dia merindukan masa lalu, seperti zaman dimana orang barbar pengguna pedang panjang pernah menjadi raja. Tapi kenyataanya, dari saat dia dilahirkan, sudah di tentukan bahwa Hidupnya akan meminum air berlumpur. dan jika dia mau lebih di masa depan, itu akan lebih sulit dari pada membangkitkan manusia dari kematian.
“Kamu tahu aniki,” Kata Orba sambil menanam kepalanya di antara tangan yang memeluk lututnya. “Aku ingim melakukan sesuatu yang lebih.”
“Kamu bahkan bahkan belum berumur sepuluh tahun bukan? Kekhawatiran tidak cocok denganmu.”
“Aku serius. Lihatlah orang-orang dewasa disini. Bahkan aku akan seperti mereka beberapa tahun kedepan, Hari demi hari, kamu bekerja dan bekerja, tapi hidup takkan lebih mudah, aku akan menikahi seseorang cepat atau lambat, anak lahir, dan jika anak itu  ‘anak nakal’ seperti aku suatu hari dia pasti akan mengatakan ingin pergi kekota, menjadi prajurit untuk Mephius, atau mengendarai pesawat Garbera, dan Aku akan mengatakan sesuatu seperti, ‘Oh, dulu, ayahmu juga memiliki mimpi seperti itu’ ,dan aku mungkin akan tertawa bersama dengan orang dewasa lainnya meminum tehku.”
“Semua orang seperti itu,” Roan tertawa, disinari sinar bulan yang pucat.
Disaat seperti  ini, kamu akan selalu bisa mendengar suara nyanyian datang dari rumah di sisi lain jalan. mendengar suara gembira dari pria mabuk, walaupun dia tidak memerhatikan, dia bilang,
“Tidak satupun tahu dia akan menjadi seperti apa. Ada orang yang tidak dapat hidup tanpa bekerja tiap hari, orang yang berlayar di ombak hebat dengan perahu, filsuf  membenamkan diri mereka di buku berumur ribuan tahun,  pendeta dari Badyne yang akan mengkhotbahkan kebenaran kepada pengikut yang tidak terhitung jumlahnya,  jendral ternama yang melayang di langit dengan pesawat dragonstone, dan bahkan pemimpin negara yang menaklukkan banyak wilayah dengan kaki mereka. Apa yang mereka lakukan mungkin sangatlah berbeda, apa mereka merendam pedang mereka dengan darah, menuliskan dengan huruf-huruf alfabet, atau bahkan doa dengan nama dari Tuhan, tapi aku pikir mereka bahkan tidak dapat memberimu jawaban.”
“Mereka tidak pernah tahu tentang kondisi kehidupan kita, Bahkan sang raja, yang dikelilingi dengan kemewahan yang tidak sebanding dengan uang yang aku kumpulkan selama hidup, dan mengisi perutnya dengan makanan lezat tiap harinya. dia terkadang membawa tentara besar dalam perjalanan, dan dikejutkan oleh pengkhianatan, tapi dia hidup. aku bahkan tidak dapat memikirkan kehidupan seperti itu. Aku tidak akan pernah bisa. Tidak raja ataupun para bangsawan, bisa membayangkan apa yang ada dalam mimpi kita. Mereka semua… Ya, ambillah malam ini sebagai contoh, mereka bahkan tidak menganggap diri mereka melihat bulan yang sama sepertiku.”  
“Aku penasaran, Bisa jadi memang begitu karena sang raja menghabiskan waktunya tiap hari seperti itu, dia mungkin merasakan keinginan untuk menghabiskan waktunya di kota kecil. Mungkin, untuk keluar dari hambatan di istana kerajaan, dia mau pergi ke bar berbau asam dan meminum anggur murah, mendengarkan cerita buruk dan menjijikkan tiap hari, dia tidak melonggarkan pengawalannya, bahkan tidak dengan keluarganya, dia mungkin akan berpikir ‘Ahh, bukannya akan lebih mudah hidup dengan kerja banting tulang’, tanpa khawatir menjadi target?”  
“Itu hanya delusi. Kamu maksud dia menginginkan hidup seperti kita? Hanya  karena dia tidak tahu kesulitan dan tidak amannya kehidupan seperti itu, dia hanya memikirkan secara spontan.”
“Tepat sekali, bukannya itu yang aku katakan? Tidak ada manusia satupun yang paham semua hal, mengetahui apa yang dia sangat inginkan, atau mengenal dirinya yang sebenarnya. Aku pikir semua orang memimpikan apa yang mereka tidak ketahui, apa yang mereka tidak pernah alami, dan mereka juga mencari apakah kehidupan mereka adalah kebohongan. Dengan kata lain, tidak ada perbedaan diantara kita.”
“Aku tidak tahu. Lalu, kamu maksud bahkan sang raja, bahkan sang pendeta terhebat, adalah orang yang tidak benar-benar puas?”
Tapi ketika saudaranya ingin menjawab,
“Kenapa kalian membicarakan hal sulit semacam itu?”
Tiba-tiba Alice muncul, sedikit mengibaskan rambut coklat gelapnya. lalu mereka menyadari suara nyanyian dari rumah di seberang jalan sepenuhnya berhenti, Sepertinya gadis itu datang untuk menyuruh mereka tidur.
Selagi dia tampak telah menguping sedikit, Alice menunjukkan senyum pipih.
“Pada akhirnya, itu hanyalah hal tak berguna. Di dunia ini, tidak peduli darimana kamu, pertama-tama Orba, kamu harus memulai merawat ibumu dan bekerja dengan sungguh-sungguh, jadi kamu bisa makan besok.”
“Dengar itu, Aniki? Ketika mereka tidak tertarik dengan pembicaraan, perempuan merasa itu sulit, tidak penting, atau memiliki banyak hal untuk dilakukan.”
“Itu juga benar,” Roan tertawa riang.
Alice dua tahun lebih muda dari saudaranya dan tiga tahun lebih tua dari Orba. dan ketika Orba masih lebih muda, mereka bermain seakan Alice adalah saudari mereka.
Setelah itu, mereka menikmati pembicaraan tentang kenangan masa lalu. Ketika. dengan permintaan Alice, mereka pergi memancing di sungai, dan saat itu alice hampir tenggelam saat dia tergelincir di atas batu. Atau waktu ketika mereka melihat kuda karavan tiba di desa mereka, dan Orba dalam masalah berusaha membawa salah satunya, membuat kudanya mengamuk. Atau ketika, anak lelaki dari desa terdekat mengatakan ‘melihat naga liar’ , mereka bertiga pergi ke tempat yang dirumorkan dan sepenuhnya tersesat di ngarai yang berliku-liku. Walaupun mereka akhirnya pulang telat, mereka bertiga menerima omelan yang keras...
“Omong-omong, bukannya itu karena Doug dari desa itu menipu kita? Semenjak saat itu hubunganmu dengannya telah memburuk, bukan? Bahkan lawanmu di perkelahian hari ini…”
“Cukup”
Perkataan itu menancap tepat di kepalanya, Orba memalingkan wajahnya. Walaupun alasan dia berkelahi dengan Doug adalah karena Alice, dia tidak pernah membicarakannya.
Namun, saat mereka tertawa dan mengenang bersama seperti itu selama malam, itu adalah terakhir kalinya dia berbicara dengan saudaranya dengan tenang.
Hari itu, Dinasti Kekaisaran dari Mephius dan Kerajaan Garbera telah berperang. Dikatakan bahwa kavaleri Garbera baru-baru ini melintasi perbatasan mereka, walaupun kedua negeri mempuyai konflik berulang terkandang,  mengenai arti perbatasan itu. Benteng Apta selatan, yang dekat dengan desa Orba juga telah mengalami penderitaan dari serangan pasukan yang dipasang Garbera dalam banyak kesempatan.
Akhirnya, Garbera untuk sementara menyerah untuk mengambil alih Benteng Apta, dan mengincar untuk menyerang dari rute yang berbeda. Dan itu adalah dengan memasang jebakan. Menargetkan mereka ketika mayoritas pasukan yang berjaga di Apta telah ditarik mundur ke ibukota kekaisaran, mereka langsung mengepung mereka.
Sudah sewajarnya, Benteng Apta dipaksa untuk bertahan dengan susah payah. Segera itu berubah menjadi perang bertahan hingga bala bantuan datang dari ibukota kekaisaran. tentara Mephias dengan paksa mengomandoi tentara dari desa-desa sekitar. Dan kakak Orba Roan juga salah satu dari mereka.
Tentu saja, ibunya berteriak dan menangis. Jika ada satu-satunya harapan ibunya bekerja di kehidupannya yang hampir tidak berwarna, itu mungkin saudaranya. walaupun bergantung ke tentara yang berusaha mengambil saudaranya, Roan dengan lembut meletakkan tangan di bahunya dan mengatakan,
“Tidak apa-apa. Bantuan akan datang dari ibukota segera, jadi bersabar sampai saat itu.”
Disamping itu, bayarannya lebih baik dibanding dari asisten pedagang, dia menambahkan dengan tawa.
Orba berdiri disamping Alice, melihatnya pergi, menyaksikan punggung-punggung beberapa pemuda melewati lapisan batu.
Seandainya aku sedikit lebih besar, pikir Orba, aku bisa pergi ke benteng daripada kakakku. lalu, ibuku tidak perlu bersedih hati, dan aku mungkin bahkan akan menerima pelayanan berbeda diantara para tentara.
Setelah saudaranya menghilang, ibunya, yang selalu rajin bekerja, menghabiskan kebanyakan harinya untuk berdoa, seolah-olah sesuatu didalam dirinya telah direnggut. Walaupun dia terkadang mengingat untuk berdiri di dapur dan menyiapkan makanan, ketika itu mengenai menu, dia bertingkah seakan-akan saudaranya Roan akan kembali dari kota, membuat makanan favoritnya. Tapi ketika dia ingat kembali dia tidak akan berada di ruang makan. ibunya membuang semuanya kehalaman belakang.
Sementara, Orba membajak ladang yang terbengkalai, dan juga merawat beberapa hewan ternak mereka sendiri. Pada malam hari, Orba akan memanjat  dijalan sempit yang dibentuk menjadi tebing dan selalu menatap ke arah ibukota kerajaan, mencari deretan zirah-zirah gagah,  awan debu yang luas dari naga militer selama perjalanan mereka, dan sosok yang agung dari dari pesawat tempur Dragonstone – tapi dia tidak pernah melihat apa yang dia harapkan.
Dan, ketika sudah lebih dari tiga minggu sejak saudaranya berangkat, penduduk dari desa diluar lembah yang lebih dekat ke benteng daripada desa mereka, terengah-engah,
“Benteng telah jatuh!”
Mereka datang dengan berita terburuk.
Benteng Apta telah jatuh kepada pasukan Garbera yang mendekat. Mereka mengatakan bahwa komandan dan staf utama telah lebih dulu pergi dari benteng, meninggalkan tentara mereka di belakang. Tidak ada bantuan dari ibukota kerajaan ke Apta.  mereka terlihat dikirim ke benteng alami Birac, disamping jurang lebih jauh ke utara. Jadi tampaknya ibukota kekaisaran telah memutuskan bahwa itu yang akan menjadi jantung pertahanan di garis berbatasan bagian selatan. Apta hanya digunakan untuk mengulur waktu.
Dan tentang tanah diantaranya, pasukan Garbera yang telah menduduki benteng, mulai merusak desa-desa sekitarnya.  ada perampasan dan pemerkosaan –bisa dibilang,  penyerangan –
Orang-orang di didesa dengan cepat mengumpulkan barang-barang mereka, walaupun tidak ada makanan apapun yang dekat bisa panen dan mereka terbatas untuk dibawa, dan pergi dari desa terburu-buru. mereka yang punya kenalan bergegas kesana, sementara orang yang tidak punya, mengungsi sementara di lembah, hingga tentara Garbera pergi dari desa.     
Pastinya, Orba mengikuti mereka, ditengah pengungsian, dia menyadari bahwa ibunya tidak ada.
Sangat kaget, Orba kembali ke desa. Dibalik bebatuan yang menjulang tinggi di atas perbukitan, dia bisa melihat panorama desanya yang tengelam dalam kabut malam. Ibunya masih disana menunggu saudaranya untuk kembali. Untuk saudaranya, yang mungkin tidak akan pernah kembali lagi.
“Orba, Mau kemana kamu? Orba!”
Saat Alice memanggilnya dari belakang, Orba menerobos kerumunan dan kembali kedesa terburu-buru.
Dan ketika dia berhasil sampai ke tujuannya, tidak ada seorangpun disana, desanya menjadi hening seperti mati. Karena dia kenal dengan pemandangannya. ada keseraman seolah-olah dia telah berkelana didunia lain.
Dari sisi lain lembah, dia dapat melihat grup pria dan kuda mendekat, dan Orba berlari menuju rumahnya dengan dengan cepat. Ketika dia membuka pintu belakang ibunya di sana. Dia berusaha membuat makanan seperti biasa.
“Roan?” ibunya mengatakan, berbalik, tapi ketika matanya melihat Orba yang berkeringat, secara ajaib dia mengangkat bahunya. “Apa kamu masih bemain,Orba? Bantu aku sedikit, saudaramu akan datang sebentar lagi.”
Diluar, suar bisa terdengar sedikit suara dari tentara,  mengejar hewan-hewan yang tertinggal. Takut asap akan keluar, dia dengan cepat menghentikan ibunya. Namun,
“Apa ini, tidak ada apa-apa!”
“Menyedihkan sekali desa ini, Meskipun orang yang di Gascon lebih baik. sepertinya mereka meniduri semua gadis disana.”
“Apa setidaknya ada alkohol apapun? Pergi dan cari!”
Segera saat dia berpikir dia mendengar suara semakin mendekat, pintu itu ditendang jatuh dengan kasar.
Tiga tentara datang dengan ribut, tiap dari mereka memakai zirah berantai, tombak dan pedang. di wajah mereka, menghitam karena debu yang bertebaran, hanya mata yang ada cahaya putihnya.
“Oh, ada wanita!”
“Apa, bukannya dia terlalu tua? Disamping itu, apa ada alkohol? Atau sesuatu untuk dimakan?”
Setelah menatap ibunya, yang secara protektif memegang Orba yang membungkuk, mereka mulai merusak rumah, melakukan yang mereka sukai. Orba benar-benar membungkuk, menyembunyikan nafasnya seperti herbivora yang berusaha tidak menarik perhatian hewan buas.
Ketika tentara Garbera merusak pintu, matanya menangkap pedang kayu, yang bersandar dibelakang pintu, berguling di lantai, tapi pada akhirnya itu tidak lebih dari mainan anak-anak. Dia benci diberitahu itu lebih dari siapapun, dan lebih dari sekadar ingin melihat orang-orang seperti itu, tapi sekarang dia mengerti itu menyakitkan.
Lalu saat para tentara menggeledah rak, mereka memegang peralatan makan keramik dari dalam dan dengan sembarangan melemparnya kesamping. Membuat suara keras, bagian-bagian rusaknya tersebar di lantai. Itu membuat Orba kaget, saat mereka melihat piring yang digunakan Roan,  dan ibunya, yang patuh hingga sekarang, bengkit dan dengan paksa mendorong Orba kesamping, dari sana, dia mulai bergantung di salah satu punggung tentara.
“Hei, apa? Apa?”
“Sepertinya dia ingin bermain denganku!”
Tentara berwajah merah melepaskan ibunya,  membalikkannya, dan mendorongnya di tempat. Di meletakkan tangannya di mulutnya ketika dia berusaha untuk berteriak. lalu mengambil pisau tajam yang di sembunyikan di didalam zirah rantainya, dan mengarahkan tepat didepan wajah ibunya.
“Hentikan, Apa kamu tidak pandang bulu dengan wanita?”
“Rasa gadis muda itu enak, tapi bunga tua juga seperti dia tidak buruk juga.”
Saat dia berbicara wajah merahnya menunjukkan senyum cabulnya, dan tali yang mengikat Orba menegang  perasaan tersentak, dia berlari kesana, Itu serangan putus asa, bagaimanapun dia dengan mudah dipukul mundur dengan satu tangan.
Terlempar kebelakang kapalanya menghantam rak-rak, walaupun untuk sesaat, Orba menggertakkan giginya dan langsung maju lagi, Sesuatu yang panjang dan tipis terbungkus dalam bundel dan dengan bagian depannya robek, benda itu memancarkan sinar perak didepan mata Orba.
Ini….
Menyembunyikannya dengan refleks, Orba terburu-buru membuka bundel, Seperti yang dia duga itu adalah pedang pendek sekitar 60 cm. pemegang bulatnya adalah ciri khas Mephias. mencocokkan bilah rampingnya, pemegangnya juga sedikit lurus. cukup cocok di tangan anak kecil.
Saat Orba memegangnya, beberapa huruf terukir di bilahnya terlihat di matanya
O, R, B, A...
Itu hanya seketika – dengan teriakan ibunya, suara dari wajah merah tentara dengan kacau membuang zirah rantainya, dan suara dari tentara yang membuang-buang barang di rumah. Walaupun gelombang dahsyat dari darah hitam mendidih di tubuhnya, dia mengendalikannya dan seketika itu, pikiran-pikiran yang dia kumpulkan akhirnya membimbingnya pada sebuah penjelasan.
Pedang yang terukir dengan hanya ‘Orba’. Tentu saja, dia tidak benda semacam itu ada dirumah ini. dia tidak berpikir bahwa ibunya atau kenalan lainnya akan secara khusus menyiapkan ini untuknya. Karena dari semua yang tahu, mungkinkah ini tidak lain selain hadiha dari saudaranya Roan?
Tapi Roan seharusnya menyerahkan uang tersebut yang dia dapatkan dari pelayanannya untuk ibunya. Disamping itu, pedang seperti ini tidak dapat di beli di kota biasa. Hampir seperti. setelah pergi ke Benteng Apta,  dia mendapatkan senjata sebagai tentara, dan dia meminta ke pemandai disana untuk mengukir nama Orba.
Dan lalu, dia pergi dengan karavan yang berputar di benteng dan kota-kota kecil. Tapi setibanya di rumah, ibunya pasti harus menerimanya. berpikir setelah itu, benda itu seharusnya tidak boleh diberikan ke tangan Orba, ibunya kemungkinan besar berniat  menjauhkan itu dari anaknya, dia mungkin berpikir itu terlalu berbahaya untuk Orba, atau mungkin dia ketakutan kalau Orba akan pergi seperti Roan jika dia memegang pedang di tangannya.
Bagaimanapun juga...
“Hei, apa yang kamu pegang?” seorang tentara memanggil Orba yang membungkuk mundur. “Sepertinya kamu memegang sesuatu yang berharga. Hei, kenapa kamu tidak menunjukkannya padaku?”
“Ini milikku!”
“Itu bukanlah kamu yang menentukan. tapi aku. Sekarang berikan padaku.”
Tentara yang menakuti Orba meletakkan tangannya di bahunya dan berusaha membuatnya menyingkir dengan paksa. Itu lebih dari cukup.
Benar sekali, Orba, Dia menjawab suara batinnya.
“Aku bilang. tunjukkan padaku — gyahh!”
Berbalik, Orba mengayunkan pedangnya kebawah. dengan darah menyemprot dari bahu pria itu. Orba menyelip dari bawah tangan tentara yang terhuyung dan berlari ke pria yang menunduk ke ibunya
Pria berwajah merah mengalihkan pandangan dari ibunya dan melompat kebelakang. dengan cepat mengambil kapak kecilnya, dia lalu menerima serangan Orba yang datang padanya . Orba berdiri teguh  dengan kedua kakinya entah bagaimana caranya berusaha menembus dengan senjatanya, tapi tetap saja, bilahnya pendek, dan tangan anak kecil tidak dapat mendorong kapak kecil seperti itu. Namun, bukannya dengan mudah menguasai, Orba dibuat jatuh kesisinya.
“Bocah itu…”
Dia mengayunkan serangan lainnya dengan niat membunuh. Orba berguling kesamping. Setelah melakukan putaran, tepi kapak sedikit lagi disana, tepat didepan mata. Seketika itu, darahnya membeku.
“Hentikan!”
Ibunya bergantung ke kaki pria yang wajahnya merah. Mengamuk, pria itu menendang tangan ibunya, berbalik, dan mengangkat kapak lebih tinggi lagi, Ketika Orba melihat itu, tekanan dari darah hitamnya  – Kecemasan, kejengkelan, kemarahan  dan berbagai macam emosi yang telah mendidih untuk waktu lama – akan dilepaskan dari satu titik, seolah-olah  baru sekarang saja mengambil bentuk terakhirnya.
Dia berdiri. memegang pedangnya dengan kedua tangannya, dia memaksanya dibawah tangannya dan menghantamkannya dengan seluruh tubuhnya, ke punggung tentara yang  lengah.
Punggung pria itu, karena dia melepaskan zirahnya, penerimaan pedangnya sangatlah muda. Lalu ada sedikit hambatan, tapi itu juga ditembus dengan mudah saat Orba mendorongnya dengan kedua tangannya, hingga, dalam sekejap mata, ketajaman pedangnya akhirnya menembus dada pria itu.
Karena Orba juga terbawa sementara pria berwajah merah terhuyung-huyung, dia dengan cepat melepaskan pedangnya . Pria itu menyandarkan badannya di tembok. setelah berbalik untuk menghadapi Orba yang menang, dia kemudian membuka lalu menutup mulutnya, kemungkinan berusaha mengatakan semacam dendam, dan membuang sejumlah besar darah saat dia jatuh ke lantai hingga lidah merah terangnya keluar dan dia tidak bergerak lagi.
“Kamu bajingan!” teriak tentara yang bahunya di tebas, meringis kesakitan.
“Kamu membunuh Douga. Dasar bocah rendahan.”
Yang lainnya juga berteriak dengan keras, dan berlari ke Orba. Tidak lagi memegang pedang, Orba menerima hantaman seluruh tubuh dan berguling di lantai lagi. dia ditendang di perutnya, dan punggungnya diinjak,
“Anak dan ibu, Akan aku gantung kepala kalian dibawah atap.”
Merayap sepenuhnya, ujung pedang di tusukkan sebelum tengkuk leher Orba. Ibunya juga, diangkat, dipelintir dengan tangan, dan diletakkan di posisi yang sama disamping orba. Tidak peduli sekuat apa dia menggerakkan tubuhnya, dia tidak dapat melawan berat dari pria yang berdiri di atasnya
“Lepaskan aku!”
“Ahh, segera, setelah kalian menjadi mayat!”
Orba, berteriak buas tiba-tiba melayang pada saat berada diantara hidup dan mati. Dengan suara angin yang terpotong lurus kebawah. Akhirnya, dia meneriakkan nama saudaranya Roan, ketika,
“Apa yang terjadi?”
Tiba-tiba, suara angin memotong berhenti. Orba, pikiran tergesa-gesa merenung dikepalanya, menyadari bahwa bukan saudaranya yang muncul.
Seorang yang baru saja muncul di dalam rumah, juga tentara Garberan. Namun. tidak seperti tentara yang masuk dengan paksa, dia dipersenjatai diseluruh tubuhnya, dengan tidak satupun yang tidak tersentuh, dan zirahnya juga bersinar dalam perak. wajahnya masih muda.
Untuk waktu yang singkat para tentara bisa tampak menyentak kerena penyusup. tapi lalu,
“Seperti yang bisa kamu lihat,  Kesatria Magang Pak.”
“Kami datang untuk menerima hadiah yang setimpal setelah menang dari pertempuran. Hanya karena kamu berdiri  dalam pengabdian yang berbeda untuk sementara waktu, kamu memakai zirah kesatria, pastinya kamu tidak datang untuk menghentikan hal tidak murni seperti ini, kan?” keduanya menjelaskan dengan muram.
Berpura-pura bersikap sopan, dengan jelas mereka meremehkan pria itu.
“Disamping itu, lihat, rekan kami terbunuh. Tidak mungkin tentara dengan harga diri Garbera bisa membiarkan ini begitu saja tanpa balas dendam, bukan?”
Tentara yang berbicara  menyinggung badan Orba dengan kakinya, dan mengarahkan pedang dengan tangan lainnya. Apa yang Orba lihat saat melihat kelangit-langit, adalah ujung pedang, tapi kemudian sabuah garis dari cahaya datang dari samping.
“Apa yang kamu lakukan!”
“Sungguh menyedihkan, Balas dendam, bukan? Apa kamu maksud ada kebanggaan dalam balas dendam dengan anak kecil?”
Pemuda berzirah yang menghunuskan pedangnya. Tampaknya telah menjatuhkan salah satu tentara, bagi Orba yang menyadari pedang itu seharusnya menusuk jantungnya entah mengapa telah dipukul kesamping. yang  lainnya berteriak dengan suara serak didekatnya. terdengar seperti memanggil nama pria berzirah itu, tapi Orba tidak menangkapnya saat itu.
“R-rekanmu sendiri…. beraninya kamu. bajingan!”
“Aku tidak mau dipanggil rekan atau sejenisnya oleh orang rendahan seperti kalian.”
Saat dia mencabut ujung pedang berdarah, tentara itu melangkah mundur.
“Rendahan, kamu bilang? Meskipun mendapatkan sejarah yang sama. Hanya karena kamu diberkahi dengan tanggung jawab untuk membuat pengabdian yang berbeda, kamu terbawa suasana. Selalu berdoa, kesatria, kesatria seolah-olah itu kata-kata favoritmu, tapi apa kamu menjadi kesatria yang sebenarnya? Kamu tidak tidak memiliki darah keluarga kerajaan Garbera, kamu akan menjadi ‘Murid’ seluruh hidupmu. ketahui tempatmu sendiri!”
Segera, tentara yang tampak mundur, dengan cepat menarik sesuatu dari belakangnya dan membawanya kedepannya. Itu adalah crossbow. tetap dengan alas yang panjang dan ramping, dan dia menekan pelatuknya.
Seketika, permuda berzirah dengan gesit. membuat satu putaran, seakan menari, dia dengan nyaris menghindari anak panah dan membelah kepala tentara itu. tidak ada sedikitpun keraguan di dalamnya. kepala yang terpisah berputar di udara. menabrak tembok rumah dan berguling di lantai.
“Garbera adalah negeri kesatria. daripada mencemari namanya lebih jauh, lebih baik menerima kehormatan dari kematian saat beraksi.”
Wajah tampannya, caranya bertarung, dan kata-kata yang dia gumamkan – itu semua seolah-olah pahlawan yang telah muncul dari buku-buku yang Orba baca selama ini.
“Komandan, ada apa dengan semua keributan ini!?”
Suara datang dari luar, tapi dia menjawab “Bukan apa-apa” saat dia menyeka darah dari pedangnya.
“Apa kamu anak dari Mephius?”
Orba tidak langsung tahu apa jawaban bagus langsung pada pertanyaan yang diangkat.  tidak seperti dia secara khusus sadar akan nama dari negara yang disebut Mephius, lagi pula orang-orang yang hidup desa Orba, pada umumnya hidup di dunia hanya sekitar sepuluh kilometer mengelilingi desa, tidak begitu tertarik dengan negeri atau perebutan wilayah.
Pria itu memberikan senyum tipis ketika  dia tidak menjawab, dan melirik ke tentara yang tenggelam dalam genangan darah. Orba, tubuhnya tiba-tiba membeku, dengan erat memegang bahu ibunya. dia mulai melihat jika ada senjata yang bisa di gapai, ketika,
“Segeralah pergi dari sini,” kata pemuda itu. “Itu untuk melindungi ibumu – bukan? kamu sungguh memegang jiwa kesatria di hatimu. Lebih besar dari rakyat di Garbera, yang tampaknya melupakan semua mengenai jalan kesatria. Sekarang, kamu boleh pergi dari sini. Aku akan berusaha menghentikan penyerangan dan perampasan sebanyak mungkin, tapi aku tidak bisa menahan mereka semua.”
Mata itu, entah mengapa, mirip dengan kakaknya Roan. membantu bahu dari ibunya yang bersedih, Orba dengan perlahan menuju pintu belakang lalu menarik ibunya dengan tangannya dia berlari dengan kecepatan penuh. angin dingin bertiup dijalanan setelah matahari terbenam, memukul pipinya. mendesak ibunya, yang masih bergumam ‘Roan, Roan’. terkadang bahkan meneriakinya, mereka akhirnya bergabung kembali dengan Alice dan orang-orang di desa setelah beberapa jam.
Setelah itu, mereka mengikuti Ayah Alice dan menuju ke desa yang 15 km  di utara.
Orba tidak tahu kebenaran dari kata-kata pemuda berzirah, tapi setidaknya dari sana tidak penyerangan acak yang keluar dari Apta, yang nantinya menjadi wilayah Garbera.
Namun, api masih mendekati desa yang Orba dan yang lainnya berhasil kabur lebih awal.
Hampir tidak ada tanda-tanda, tiba-tiba ‘mereka’ datang dengan kekuatan penuh dan langsung datang menjarah, Mereka benar-benar orang yang dipenuhi kehitam hitaman. Bekal, pakaian, dan tentu saja uang dan barang, semuanya yang mungkin berharga di ambil dengan paksa, Orang, juga, bukan pengecualian, segera setelah mereka tiba mereka mengambil wanita,dan menusuk semua pria yang berusaha melawan dengan tombak dari atas kuda mereka, mebelah kepala mereka dengan pedang,  dan menembaki mereka dengan senjata api.
Di tengah kebingungan, Orba kehilangan ibunya.  saat dia terhuyung maju dengan tidak sabar dan ketakutan.
“Alice!”
Dia menemukan Alice yang terikat oleh tentara dengan kedua tangannya dibelakang punggungnya. meskipun dia akan dibawa pergi, Alice masih berteriak padanya untuk melarikan diri. Sepenuhnya kebingungan, Orba melompat maju. perasaan dari membunuh seseorang masih terasa di kedua tangannya, Dan sekarang dia memutuskan untuk melakukan hal yang sama. dia menjulurkan tangannya ke pedang yang tentara bawa.
Tapi, saat dia memegang pegangannya, dia menerima hantaman keras dari belakang kepalanya. Pandangannya berkunang-kunang, dan kesadarannya akan segera menghilang. sesaat sebelum itu terjadi dia telah mendengar suara Alice memanggil-manggil namanya.
Ketika dia datang, Orba berbaring dengan punggungnya., terbentang dengan kaki dan tangannya terbuka, di tanah. Kepalanya berdenyut menyakitkan, kesadarannya masih suram, dan dia bahkan tidak yakin kalau dia bermimpi atau tidak.
“Jendral Oubary , apa yang ingin anda lakukan?”
Dia tidak tahu berapa lama telah berlalu ketika dia mendengar suara itu. Diantara teriakan pria dan wanita  didekatnya, dan tembakan dari jauh, Orba secara rahasia mengintip dari mata yang setengah terbuka kepada orang yang dipanggil tadi.

Dia adalah pria diatas kuda, memegang botol alkohol yang kemungkinan besar dia curi. dia dengan ringan dan bergaya mengenakan zirah, botak, dan memiliki aura megah dari raksasa. Meskipun penampilannya serius,  ada lipstik violet di bibirnya, memancarkan sosok mengejek yang tampak aneh
“Kalau semua berang  berharga telah tiada, siapkan api yang banyak. jangan sisakan satupun untuk Garbera.”
Mengatakan kata-kata itu, pria yang dipanggil jendral mambuang botol anggurnya. botolnya memercik di pipi Orba.
“Baiklah, desa ini akan dibakar oleh Garbera. Biarkan tentara lebih teliti. Mereka bisa mengambil wanita, tapi bunuh setelah kalian puas dengan mereka, Jangan jual mereka. Kalian akan di awasi.”
Singkat setelah itu, teriakan-teriakan menjadi tenang. Malah angin panas membakar kulitnya, dan  bau busuk mulai memenuhi udara. Ketika dia akhirnya bangun, sekelilingnya telah berubah menjadi lautan api.
Tidak ada satupun yang hidup. Orba berkeliaran disekitar desa, memanggil ibunya dan nama Alice dengan sekeras-kerasnya, sambil menyapu api di tangannya. Tapi satu-sarunya hal yang datang di pandangannya mayat-mayat warga desa yang dibantai. Tubuh orang tua, wanita, dan anak-anak.
Oubary itu...
Dengan semua tempat hangus terbakar, Seluruh tubuh Orba menjadi merah gelap dengan darah dan abu hitam jatuh dari atas kepala.
Bukannya itu Oubary… Benteng Apta….
Dia ingat mendengar itu. Ketika benteng telah terdesak membutuhkan tentara, dia yakin bahwa pria militer muncul di desa telah membicarakan nama itu. Dia adalah jendral veteran yang di percayakan untuk melindungi benteng Apta
Jadi itu artinya ini kelakuan pasukan Mephias. Setelah benteng jatuh, Pasukan-pasukan termasuk Oubary pergi ke utara, didepan pasukan pengejar Garbera, dan membakar desa dimana Orba dan yang lainnya kabur tadi. Dan mereka mengambil semua harta rampasan perang sebelum kembali ke ibukota jadi Garbera tidak dapat menggunakannya.
Akan aku bunuh mereka, sumpah Orba
Mengumpulkan kekuatan yang terkumpul di tubuhnya, walaupun tidak ada satupun yang jatuh tadi, kekuatan yang membuatnnya terus maju,  berasal dari sumpah yang tidak henti-hentinya dengan niat membunuh.
Walaupun di tidak memiliki jawaban tentang apakah membunuh Oubary, Tentara Garbera, atau Sang Kaisar, dan bagaimana mencapai akhir seperti itu, dia hanya terus berjalan.
Catatan penerjemah
[1] sebenarnya raw engnya ‘amphitheatre’ tapi saya ganti koloseum    

[2] Sebenarnya dia memanggilnya お義兄様 ‘ogikei-sama’ yang artinya dia adalah saudara tirinya. Namun, dia mengucapkannya sebagai ‘Onii-sama’(dari Tler Eng)

[3] Misogini itu kebencian laki-laki terhadap perempuan karena dianggap perempuan biang kekacauan, kebiadaban, juga biang kejatuhan manusia ke dalam dosa.
   
[4] Manusia naga 

«Previous Page | Main Page | Next Page»

Tidak ada komentar:

Posting Komentar