Volume 6 Chapter 1 Part 3
Di keesokan harinya, Shin dan yang lainnya pergi menuju
Kilmont. Sebelum berangkat, mereka mensempatkan waktunya untuk mengucapkan perpisahan
mereka kepada Hibineko dan lainnya yang ikut bertempur. Itu membuat perjalanan
mereka berangkat lebih lambat dari para petualang dan pedagang. Itu juga
berarti jalan yang akan dilalui mereka akan longgar.
“Sekarang, ini terasa sangat lambat.”
Tiera bergumam sambil melihat keluar jendela.
“Akan menjadi tidak pantas jika kita bergerak cepat di
daerah kota.”
Kagerou, yang sekarang sedang berperan menjadi kuda, sedang
menarik karavan secepat karavan lainnya. Tiera merasa mereka bergerak lebih
lambat dari biasanya, terutama setelah mereka pergi ke Falnido.
“Ini kecepatan normal tau?”
“Aku merasa semuanya sudah berbeda setelah bertemu Shin.”
Schnee ikut dalam pembicaraan, dan Tiera tidak tau bagimana
menanggapinya.
“Apa ini buruk?”
“Ini tidak normal.”
Tiera menatap tajam Shin sambil merasa sedikit tercengang.
Hal yang bodoh untuk berpikir bahwa karavan yang bergerak dengan kecepatan
super lambat adalah hal yang normal. Shin pun mengangguk setuju, sambil
memegang erat tali kendali.
Shin dan kawan-kawannya sedang bergerak menuju Kilmont dan
perjalanan mereka untuk bertemu Shibaid baru saja dimulai.
“Aku pikir di depan sudah sepi. Mungkin kita bisa menambah
sedikit kecepatan... tunggu? Ada pesan dari Wilhelm!”
Ditengah-tengah pembicaraan, sebuah pesan yang ditujukan ke
Shin muncul.
Shin tau kalau Wilhelm tidak akan mengirim pesan jika tidak
ada hal yang genting. Sesuatu yang mengerikan pasti telah terjadi.
Dengan segera, Shin membuka pesan itu.
“Apa!?”
“Shin? Ada apa?”
Mengabaikan Schnee yang sedang khawatir, Shin dengan cepat
mengambil kartu item dan menaruhnya di message
card.
Dia hanya menulis “Gunakan ini”, dan segera mengirim
pesannya ke Wilhelm.
“Shin?”
“Ada apa?”
“Hm?”
Dengan Shin yang masih dalam keadaan linglung, Tiera dan
Yuzuha ikut bertanya.
Dengan alisnya yang mengkerut, Shin mengatakan isi pesan
yang Wilhelm kirimkan.
―Rashia telah ditikam.
◆◆◆◆
Hal itu terjadi di hari yang indah.
Sister Rashia bangun dan memulai harinya seperti biasa; dia
merapikan tempat tidurnya, berdoa, dan pergi membangunkan anak-anak. Ada banyak
pekerjaan yang harus dia lakukan di gereja.
“Aku berangkat. Tolong jaga diri baik-baik.”
“Ya, tentu.”
Ini bukanlah hal yang luar biasa untuk mengadakan acara
seremonial di gereja. Thoria seharusnya berada di gereja untuk membuat
pengaturan pemakaman untuk yang baru saja meninggal.
Rashia tidak perlu khawatir dengan hal semacam itu. Ini
hanyalah hari yang biasa.
“Biarkan aku yang mengerjakannya. Kau bisa bersantai.”
“Terimakasih.”
“Ini bukan apa-apa. Memang sudah menjadi tugasku untuk
melayani masyarakat.”
“Aku tidak percaya seberapa jauh kau telah tumbuh Rashia.
Aku senang kau ada disini.”
“Ya. Aku berhutang banyak pada Thoria, tapi aku hanya bisa
berharap kalau aku bisa membalas balik hutangku.”
Rashia tersenyum ke arah wanita tua yang merupakan
tetangganya.
Dia sudah mendapat banyak Exp di Wraith Plains dan juga
kemampuan penyembuhannya meningkat pesat. Dia juga cukup terampil dalam
memberikan perhatian medis kepada mereka yang membutuhkan. Terkadang, dia
bahkan mampu menyembuhkan mereka yang sudah menyerah.
Masalah mengenai siapa yang akan mengambil penanggung jawab
gereja sudah terselesaikan. Semuanya kembali tenang. Atau itulah yang dia
pikirkan――.
“Boleh aku masuk?”
“... Pastor Bulk.”
Pria tersebut berdiri di pintu masuk gereja. Dia dan Rashia
telah berdebat sengit tentang siapa yang akan mengambil tanggung jawab gereja.
Sang pastor mengeluarkan sapu tangan untuk mengusap keringat
di wajahnya yang berminyak dan mengeluarkan senyuman palsu.
“Hallo anak ku. Aku minta maaf, tapi ada yang harus kita
bicarakan mengenai gereja. Apa kau bisa
memaafkan kami?”
Kata-kata yang keluar dari mulutnya sangatlah sopan, tapi
wanita tua itu jelas-jelas tidak punya pilihan lain.
Ada perbedaan yang cukup banyak diantara mereka; antara
pastor dan penduduk desa.
Sang wanita tua meninggalkan gereja dan menutup pintu yang ada dibelakangnya. Rashia berkata tanpa berpikir.
“Apa yang kau mau?”
“Mari kita mulai dengan kata ‘Hai’, tentu saja aku disini
ingin melanjutkan pembicaraan kecil kita sebelumnya.”
Pastor Bulk pura-pura kaget. Seluruh sikapnya merendah. Ini
membuat Rashia gelisah.
“Aku yakin kalau aku yang akan menjadi penanggung jawab
gereja ini.”
“Tidak, itu terlalu cepat untuk memutuskannya. Selain itu,
belum ada keputusan yang sah juga. Apa kau benar-benar berpikir bahwa kau yang
memegang kendali? Yah, itu hanya tergesa-gesa dan ceroboh.”
“...Aku sudah menerima ucapan dari bapak(pastor) lainnya,
itu tidak masalah. Tentu saja, karena jarak dari sini ke HQ cukup jauh, dokumen
resmi bisa datang kapan saja.”
“ ‘Kapan saja’? Apa itu besok? Atau keesokan harinya lagi?
Aku tidak merasa yakin kalau kau mengetahuinya secara rinci.”
Suaranya terngiang-ngiang
di telinga Rashia, dan itu membuatnya menggigil.
Sebenarnya apa yang dia inginkan? Dia terlalu percaya diri.
“Bapak(pastor). Apa itu sebabnya kau disini? Untuk
memberitahuku semua ini?”
“Oh, ya ampun. Gereja ini sebentar lagi akan menjadi milik
ku. Aku mampir kesini hanya untuk melihat apa semuanya masih seperti
seharusnya.”
“...Aku takut aku tidak mengerti apa yang kau maksud. Kenapa
kau mengatakan hal semacam itu?”
Dia membuat ini seolah-olah dia tau sesuatu yang Rashia
tidak ketahui.
“Kesombonganmu. Itulah kenapa kami benar-benar harus
berhenti menbiarkan hal-hal hanya karena alasan keturunan. Kau tidak tau
apa-apa.”
Kali ini, Pastor Bulk bersikap sedikit lebih agresif.
“Jawab aku. Aku sudah mendapatkan 【Purification】, jadi menurut peraturan seharusnya akulah yang menjadi pemilik gereja ini.”
“Tolong jangan menaikan nada suaramu. Kenapa kau tidak
menunjukan sedikit kesopananmu? Semua sister
di HQ lembut-lembut tau?” (T/N: HQ=
Headquarter, markas/base)
“ ! ”
Percakapan itu tidak menghasilkan apa-apa.
Rashia menatap ke arah Pastor, dan tiba-tiba pintu depan
terbuka.
“Apa aku terlambat?”
“Ya, kau terlambat Eline!
“Bulk-san, aku terlambat karena kesalahan mu. Kaulah yang
berkata kalau kau ingin mengunjungi tempat kuno. Aku juga punya hal yang harus
aku datangi, jadi aku mohon, jangan mengeluh mengenai hal itu lagi.”
Pria yang memasuki ruangan mengenakan sebuah setelan armor.
Ini bukanlah hal yang jarang lagi untuk melihat seseorang
yang memiliki rambut pirang dan mata biru di kerajaan Bayreuth. Rambutnya yang
sedikit berada di atas bahu di ikatnya kebelakang. Dia tersenyum, dan terlihat
seperti ksatria yang ada dilukisan-lukisan yang mengenakan armor yang bersinar.
Namun, Rashia tidak melihatnya sebagai ksatria, dia hanya
melihatnya sebagai penyusup.
“Omong-omong, kau tau apa yang harus kau lakukan bukan?”
“Ya, pria yang ada diluar mengatakannya padaku. Apa dia
adalah orang yang akan kita bawa?”
“Tidak. Yang kita bawa adalah seorang anak kecil, beast.
Kalau tidak salah namanya Mily. Aku yakin dia sedang berada di tempat panti
asuhan. Bawa dia kepada ku.”
“Baiklah tuanku.”
Pastor Bulk memerintah tanpa pikir panjang.
Kemudian pria yang bernama Eline pergi masuk menuju tempat
anak-anak yatim piatu berada.
“Tunggu! Apa yang akan kau lakukan pada Millie!!”
Rashia berdiri untuk menghalanginya, namun itu tidak merubah
tujuan pertama Eline.
“Bulk-san. Apa yang harus aku lakukan?”
“Lakukan semaumu. Tempat ini sudah kita kepung.”
“Kalau begitu”
Ini hanya tinggal masalah waktu saja. Eline memiringkan
tangan kirinya, lalu mengambil pedang kecil dan menghunuskannya.
Kecepatannya jelas tidak bisa dilihat oleh orang biasa. Jika
serangan ini berhasil, Rashia sudah jatuh seketika.
“Kya!”
“Hm?”
Sayangnya, serangan itu tidak berhasil. Sebuah barrier terbentuk diantara Rashia dan
pedang kecil Eline. Sebuah percikan terlihat saat barrier dan pedang kecil saling
bentrok, dan kemudian Rashia terlempar kebelakang.
Pedang kecil Eline jatuh ke lantai disertai dengan suara
gemerincing.
“Menarik. Sepertinya kau mengenakan sejenis item
perlindungan. Bahkan pedangku tidak bisa menembusnya. Akan lebih menarik lagi
untuk menemukan kalau kau membuat sendiri item tersebut, atau kau menerimanya
sebagai hadiah.”
“ !! “
Eline terlihat penasaran, tapi Rashia hanya bisa melihatnya
dengan rasa ketakutan.
Dia tidak tau apa yang sudah terjadi.
Rashia memiliki level 151. Sebagai wanita biasa bisa
dibilang dia cukup kuat. Dan penglihatannya lebih bagus dari rata-rata.
Tapi, dia tetap saja tidak bisa menghindari serangan Eline
dengan kekuatannya sendiri.
Setelah bertempur bersama Shin dan Wilhelm, dia sudah
membiasakan diri untuk merasakan niat membunuh. Tiap orang –tidak peduli
seberapa kuatnya dia- akan mengeluarkan suatu niat tersebut. Bisa itu niat
membunuh ataupun niat berbuat kasar. Dan niatan itulah yang membimbing Rashia
untuk menghindar dan bertahan.
Tapi pria ini, tidak memiliki niat membunuh ataupun rasa
kebencian. Baginya membunuh sudah seperti hal yang biasa layaknya bernapas. Dia
tanpa ragu-ragu menunjukan tindakan membunuh. Inilah teror sebenarnya dari pria
tersebut.
“Kau tidak mau menjawab?”
“Ti...Tidak.”
“Oh baiklah. Aku rasa aku cukup mencari tau! Saja!”
Sebelum dia menyelesaikan perkataanya, dia mengeluarkan
pedang lain dan berlari ke arah Rashia. Sekali lagi, barrier milik Rashia muncul.
Tapi, kejadian ini tidak seperti pedang kecil sebelumnya,
percikan yang terbentuk lebih banyak dan pedangnya menebas cukup dalam.
“Ini lebih keras dari apa yang aku bayangkan. Apa yang akan
terjadi jika aku menyerangnya berulang kali?”
Eline tidak bisa menyembunyikan rasa keingintahuannya. Dia
senang telah menemukan lawan yang sebanding. Dia melancarkan pedangnya lagi dan
lagi.
Setiap serangan yang dilancarkan membuat barrier milik Rashia menyusut.
“Eline, cukup bermain-mainnya.”
“Tapi tuan, aku rasa aku hampir selesai melakukannya.”
“Gunakan cara lain saja. Cepat.”
“Kau tidak memberikanku pilihan lain. Aku sudah mencobanya
kepada monster. Mari kita lihat apa yang akan terjadi jika itu kau.”
Eline mengubah pedangnya kembali ke kartu. Kemudian dia
mengambil kartu lainnya yang ada di sakunya dan mematerialisasikannya menjadi
pedang besar sepanjang 2 meter.
Salah satu sisinya lebih panjang 15 cemel. Pedangnya
bersinar merah terang. Gagangnya memiliki simbol sayap dan permata seukuran
kepalan tangan terpasang rapi.
Permata Onyx nya
sangat kontras dengan pedang yang berwarna merah darah. (T/N: Onyx = jenis permata)
“Ini cantik bukan? Sayang sekali yang aku tau hanya namanya
saja, 『Exvaine』.”
Eline terlihat bangga dengan senjata yang dia punya.
“ Ini tidak hanya sekedar cantiknya saja. Lihat ini!”
Dia terlihat puas karena Rashia tidak bisa memalingkan
matanya dari senjatanya ketika dia menyeringai dan menusuknya.
Kau bisa mendengar suara pedang yang memotong udara saat
bayangan merah terbentuk. Suaranya hampir seperti suara kaca pecah. Pedang
tersebut membelah barrier layaknya
memotong mentega, menggores pipi Rashia dan berhenti di lehernya.
Rashia melihat ke arah senjata mematikan itu. Jika Eline
menggerakan tangannya sedikit saja, Kepalanya akan terpotong. Darah menetes
dari wajahnya, dan Rashia duduk di sana gemetaran.
“Jadi. Apa kau merasa ingin menjawab pertanyaan ku
sekarang?”
“... ... ...”
Dia menaruh semua kekuatannya untuk tidak menjerit. Dia
sudah kehilangan kata-kata.
Eline terlihat puas. Itu bukan ekspresi yang sangat
menyenangkan. Itu adalah wajah anak nakal yang menikmati memutus kaki dan sayap
serangga.
“Tidak. Aku mohon, tinggalkan kami sendiri.”
Pikiran Rashia dipenuhi dengan pemikiran ‘Aku mungkin akan
mati.’
Dia mulai menatap mata Eline. Dia tau tidak peduli apa yang
dia katakan, itu semua tergantung pada keinginan orang itu. Itulah mengapa dia
dengan teguh tidak membagikan informasi apa pun.
“Sangat disayangkan. Tapi tidak apa-apa, lagi pula aku ada
di sini untuk misi.”
Millie dan anak lainnya sudah pasti berada di panti asuhan.
Tidak peduli apa yang terjadi, Rashia harus memperingatkan mereka tentang
bahaya. Dia sudah berada sekitar 10 langkah dari item yang akan menyampaikan
bahaya yang ada pada mereka.
Rashia berniat untuk melarikan diri ketika skenario terburuk
terjadi. Kali ini keburuntungan berada di sisi Pastor Bulk.
“Shia-nee, aku sudah selesai bersih-bersih nya.”
Orang yang datang ke bangunan gereja tidak lain adalah
Millie. Dia sendirian. Dia harus menyelesaikan tugasnya sebelum anak-anak
lainnya.
“Wah, lihat apa yang kita punya disini. Dia sepertinya
adalah Millie-san. Sungguh kebetulan sang target datang dengan sendirinya. Apa
ini karena aku selalu berperilaku baik setiap harinya?”
“Benar, pasti tuhan sedang tersenyum kepada kita. Eline, kau
tau apa yang harus kau lakukan bukan?”
“Tentu saja, tuanku.”
Eline dan Pastor Bulk merubah perhatian mereka ke Millie.
Pada kesempatan itu, Rashia mencoba lari ke arah organ untuk mengaktifkan item
yang tersembunyi di antara kunci. (T/N:
Organ alat musik.)
Tapi, Eline tidak lengah.
“Apa kau ingin melakukan sesuatu? Itu tidak baik.”
Eline berdiri diantara Rashia dan Organ.
“Cepat Eline.”
“Tolong jangan mendesak ku, Pastor!” Eline memblokir Rashia
dan melangkah ke arah Millie. Saat itu barrier
yang sangat kuat muncul di antara Millie dan Eline.
Eline bisa merasakan bahwa kekuatan barrier ini lebih kuat dari barrier
yang Rashia gunakan. Dia mengayunkan senjata berharganya 『Exvaine』.
Namun kali ini berbeda. Bukannya menembus barrier,『Exvaine』malah terpental disertai dengan sentakan.
“Apa!?”
Mata Eline dipenuhi dengan kemarahan. Dia mengambil
senjatanya dan mengayunkannya kembali ke arah Millie. Tapi, barrier Millie berhasil menahannya.
“Sialan!”
“Ah!”
Eline menaruh lebih banyak kekuatan ke dalam serangan
berikutnya.
Serangan itu membuat Millie sampe membungkuk, dan retakan
kecil muncul di barrier nya.
“... Yah, apa kau tau? Senjata High Human ku sepertinya
tidak melakukan tugasnya dengan baik.”
“ !? ”
“Eline!”
“Oops. Lidahku terselip.”
Rashia tidak bisa menyembunyikan rasa keterkejutannya.
Senjata High Human, sebuah senjata yang ditempa oleh orang-orang yang mirip
dengan Dewa. Bukan hanya itu saja. Millie bahkan memiliki peluang untuk
menahannya. Item yang Shin berikan terlihat seperti kalung biasa. Itu
benar-benar pemberian Dewa.
“Ini hanya buang-buang waktu saja. Kalau begitu, bagaimana
dengan ini.”
“Agh!?”
Eline mengambil 『Exvaine』 dan menghancurkan barrier
milik Rashia. Kemudian dia terlempar ketika pedang diarahkan tepat ke leher
Rashia.
“Tidak!!”
“Millie, Millie, Millie, Jika kau tidak ingin dia mati,
tolong lepaskan item barrier mu.”
“Jangan! Millie jangan lakukan! Gah!”
Eline menutup mulut Rashia sehingga dia tidak bisa
berkata-kata lagi.
“S-Shia-nee...”
Millie tidak tau apa yang harus dia lakukan. Dia berdiri
dengan pasrah sambil mengucapkan nama Rashia.
“Sepertinya kau tidak percaya dengan ku. Kalau begitu,
bagaimana dengan ini?”
Eline membebaskan Rashia dari 『Exvaine』, dan menyelipkan pedang merahnya ke bagian rusuk kanan
Rashia.
“Ah...”
Rashia tidak tau apa yang terjadi sampai darah keluar dari
mulutnya.
“Shia-nee!!”
Millie berlari ke arahnya.
Tapi, barrier miliknya
menghentikannya, karena ia tau seberapa bahayanya Eline itu.
“Lihat apa yang telah kau lakukan Millie. Ini masih belum
terlambat, kau masih bisa menghentikan semua ini.”
“Ah...tidak... Jang...an...”
Rasa sakit menyiksanya, tapi Rashia tidak ingin Millie
berada di tangan yang salah. Semua yang keluar dari mulutnya adalah nafas dan suara
yang dangkal.
“Tidak! Lepaskan Shia-nee!!”
“Hal yang harus kau lakukan adalah melepaskan item barrier mu. Semakin kau melawan, semakin
sakit yang akan ia rasakan... Misalnya, seperti ini.”
Dengan nada yang lembut, Eline merapalkan spell ke dalam 『Exvaine』yang masih menusuk Rashia.
Pedangnya berubah menjadi merah panas.
“Ahhhhhhhhhhhhh!!”
Sensasi terbakar membuat Rashia menjerit.
Jeritannya terlalu mengerikan bagi Millie.
“Hentikan! Hentikan itu...”
“Lihat? Apa yang harus kau lakukan cukup melepas item mu
saja dan taruh di bawah.”
“………”
Air mata menetes dari dagunya, Millie pun melepaskan
kalungnya ke lantai. Ketika tangan dan kalung sudah tidak bersentuhan lagi, barrier pun menghilang.
“Itu terlalu lama. Ayo, kita pergi.”
Pastor Bulk menggelengkan kepalanya.
“Tolong. Tolong selamatkan S-Shia-nee...”
“Kalau kau kemari dengan patuh, dia tidak akan mati. Kalau
kau membantah, siapa yang tau apa yang akan terjadi pada kakakmu yang berharga
ini.””
“Tapi...”
“Inilah kenapa aku membenci anak-anak. Eline.”
“Baik, Bapak.”
Eline memukul perut Millie sampai membuatnya pingsan.
“Urusan kita sudah selesai, ayo.”
“Perlukah kita membersihkannya?”
“Biarkan saja. Tapi jangan tinggalkan jejak apapun.”
“Baiklah.”
Bulk membawa Millie, sedangkan Eline mengaktifkan skill
pembersihan. Dia mengambil 『Exvaine』yang
masih menusuk Rashia.
“!?”
Dia begitu kesakitan sehingga semua yang bisa dia lakukanya
hanyalah berbaring sambil gemetaran.
Eline menengok ke atas ke kaca berwarna yang indah.
“... Omong-omong, aku ada pertanyaan lain. Petualang yang
sering datang kesini membawa tombak sihir. Tombaknya berada di senjata kelas
apa?”
Tentu saja Eline membicarakan tentang Wilhelm. Dia memandang
Rashia.
Tapi tidak ada respon darinya. Ini adalah hal yang wajar.
Bahkan jika dia bisa, dia tidak akan meresponnya. Lukanya begitu dalam dan
menyakitkan.
“Ah, maafkan aku. Seharusnya aku bertanya terlebih dahulu.
Sayang sekali. Sampai bertemu di lain hari.”
Eline menurunkan menurunkan tatapannya.
Pastor Bulk sudah pergi duluan bersama dengan orang-orang
nya.
――Kecuali, orang lain yang telah
datang kedalam ruangan.
“Ini benar-benar hari keberuntungan ku.”
“Darah siapa yang ada di pedang mu itu?”
Nada Wilhelm begitu dingin.
Tangannya memegang 『Venom』dengan erat.
“Maksudku disini hanya ingin melakukan percakapan yang ramah
dengan Sister. Ini benar-benar tidak berjalan dengan apa yang aku inginkan.
Omong-omong, bagaimana kau bisa sampai disini? Perasaan aku sudah mengaktifkan
skill pembersihan disini.”
“Apa yang kau lakukan padanya?”
“Kenapa orang-orang tidak pernah menjawab pertanyaanku?”
“Kaulah orang yang harus menjawab pertanyaan.”
“Ya ampun. Kasar sekali. Baiklah. Aku menusuknya. Dia tidak
punya waktu yang lama untuk...!”
Wilhelm menyerang Eline sebelum Eline menyelesaikan
perkataanya.
『Venom』melepaskan
cahaya merah terang ke udara.
Itu adalah satu serangan menggunakan seluruh kekuatanya.
Tapi Eline menggambil 『Exvaine』nya
dan memotongnya. Kekuatan kedua senjata menimbulkan beberapa percikan besar.
“Apa yang pernah aku lakukan padamu?”
“Banyak sekali!!”
Siiip. Lanjut min seru
BalasHapusLanjut min
BalasHapusSankyu min
BalasHapus