The New Gate Volume 6 Chapter 1 Part 3 - Sekkinokyou

Latest

Fans Tranlation LN/WN Bahasa Indonesia

Kamis, 28 Juni 2018

The New Gate Volume 6 Chapter 1 Part 3

vol6covernew




Volume 6 Chapter 1 Part 3



Di keesokan harinya, Shin dan yang lainnya pergi menuju Kilmont. Sebelum berangkat, mereka mensempatkan waktunya untuk mengucapkan perpisahan mereka kepada Hibineko dan lainnya yang ikut bertempur. Itu membuat perjalanan mereka berangkat lebih lambat dari para petualang dan pedagang. Itu juga berarti jalan yang akan dilalui mereka akan longgar.

“Sekarang, ini terasa sangat lambat.”

Tiera bergumam sambil melihat keluar jendela.

“Akan menjadi tidak pantas jika kita bergerak cepat di daerah kota.”

Kagerou, yang sekarang sedang berperan menjadi kuda, sedang menarik karavan secepat karavan lainnya. Tiera merasa mereka bergerak lebih lambat dari biasanya, terutama setelah mereka pergi ke Falnido.

“Ini kecepatan normal tau?”

“Aku merasa semuanya sudah berbeda setelah bertemu Shin.”

Schnee ikut dalam pembicaraan, dan Tiera tidak tau bagimana menanggapinya.

“Apa ini buruk?”

“Ini tidak normal.”

Tiera menatap tajam Shin sambil merasa sedikit tercengang. Hal yang bodoh untuk berpikir bahwa karavan yang bergerak dengan kecepatan super lambat adalah hal yang normal. Shin pun mengangguk setuju, sambil memegang erat tali kendali.

Shin dan kawan-kawannya sedang bergerak menuju Kilmont dan perjalanan mereka untuk bertemu Shibaid baru saja dimulai.

“Aku pikir di depan sudah sepi. Mungkin kita bisa menambah sedikit kecepatan... tunggu? Ada pesan dari Wilhelm!”

Ditengah-tengah pembicaraan, sebuah pesan yang ditujukan ke Shin muncul.

Shin tau kalau Wilhelm tidak akan mengirim pesan jika tidak ada hal yang genting. Sesuatu yang mengerikan pasti telah terjadi.

Dengan segera, Shin membuka pesan itu.

“Apa!?”

“Shin? Ada apa?”

Mengabaikan Schnee yang sedang khawatir, Shin dengan cepat mengambil kartu item dan menaruhnya di message card.

Dia hanya menulis “Gunakan ini”, dan segera mengirim pesannya ke Wilhelm.

“Shin?”

“Ada apa?”

“Hm?”

Dengan Shin yang masih dalam keadaan linglung, Tiera dan Yuzuha ikut bertanya.

Dengan alisnya yang mengkerut, Shin mengatakan isi pesan yang Wilhelm kirimkan.

―Rashia telah ditikam.



◆◆◆◆



Hal itu terjadi di hari yang indah.

Sister Rashia bangun dan memulai harinya seperti biasa; dia merapikan tempat tidurnya, berdoa, dan pergi membangunkan anak-anak. Ada banyak pekerjaan yang harus dia lakukan di gereja.

“Aku berangkat. Tolong jaga diri baik-baik.”

“Ya, tentu.”

Ini bukanlah hal yang luar biasa untuk mengadakan acara seremonial di gereja. Thoria seharusnya berada di gereja untuk membuat pengaturan pemakaman untuk yang baru saja meninggal.

Rashia tidak perlu khawatir dengan hal semacam itu. Ini hanyalah hari yang biasa.

“Biarkan aku yang mengerjakannya. Kau bisa bersantai.”

“Terimakasih.”

“Ini bukan apa-apa. Memang sudah menjadi tugasku untuk melayani masyarakat.”

“Aku tidak percaya seberapa jauh kau telah tumbuh Rashia. Aku senang kau ada disini.”

“Ya. Aku berhutang banyak pada Thoria, tapi aku hanya bisa berharap kalau aku bisa membalas balik hutangku.”

Rashia tersenyum ke arah wanita tua yang merupakan tetangganya.

Dia sudah mendapat banyak Exp di Wraith Plains dan juga kemampuan penyembuhannya meningkat pesat. Dia juga cukup terampil dalam memberikan perhatian medis kepada mereka yang membutuhkan. Terkadang, dia bahkan mampu menyembuhkan mereka yang sudah menyerah.

Masalah mengenai siapa yang akan mengambil penanggung jawab gereja sudah terselesaikan. Semuanya kembali tenang. Atau itulah yang dia pikirkan――.

“Boleh aku masuk?”

“... Pastor Bulk.”

Pria tersebut berdiri di pintu masuk gereja. Dia dan Rashia telah berdebat sengit tentang siapa yang akan mengambil tanggung jawab gereja.

Sang pastor mengeluarkan sapu tangan untuk mengusap keringat di wajahnya yang berminyak dan mengeluarkan senyuman palsu.

“Hallo anak ku. Aku minta maaf, tapi ada yang harus kita bicarakan mengenai gereja.  Apa kau bisa memaafkan kami?”

Kata-kata yang keluar dari mulutnya sangatlah sopan, tapi wanita tua itu jelas-jelas tidak punya pilihan lain.

Ada perbedaan yang cukup banyak diantara mereka; antara pastor dan penduduk desa.

Sang wanita tua meninggalkan gereja dan menutup pintu  yang ada dibelakangnya.  Rashia berkata tanpa berpikir.

“Apa yang kau mau?”

“Mari kita mulai dengan kata ‘Hai’, tentu saja aku disini ingin melanjutkan pembicaraan kecil kita sebelumnya.”

Pastor Bulk pura-pura kaget. Seluruh sikapnya merendah. Ini membuat Rashia gelisah.

“Aku yakin kalau aku yang akan menjadi penanggung jawab gereja ini.”

“Tidak, itu terlalu cepat untuk memutuskannya. Selain itu, belum ada keputusan yang sah juga. Apa kau benar-benar berpikir bahwa kau yang memegang kendali? Yah, itu hanya tergesa-gesa dan ceroboh.”

“...Aku sudah menerima ucapan dari bapak(pastor) lainnya, itu tidak masalah. Tentu saja, karena jarak dari sini ke HQ cukup jauh, dokumen resmi bisa datang kapan saja.”

“ ‘Kapan saja’? Apa itu besok? Atau keesokan harinya lagi? Aku tidak merasa yakin kalau kau mengetahuinya secara rinci.”

Suaranya terngiang-ngiang  di telinga Rashia, dan itu membuatnya menggigil.

Sebenarnya apa yang dia inginkan? Dia terlalu percaya diri.

“Bapak(pastor). Apa itu sebabnya kau disini? Untuk memberitahuku semua ini?”

“Oh, ya ampun. Gereja ini sebentar lagi akan menjadi milik ku. Aku mampir kesini hanya untuk melihat apa semuanya masih seperti seharusnya.”

“...Aku takut aku tidak mengerti apa yang kau maksud. Kenapa kau mengatakan hal semacam itu?”

Dia membuat ini seolah-olah dia tau sesuatu yang Rashia tidak ketahui.

“Kesombonganmu. Itulah kenapa kami benar-benar harus berhenti menbiarkan hal-hal hanya karena alasan keturunan. Kau tidak tau apa-apa.”

Kali ini, Pastor Bulk bersikap sedikit lebih agresif.

“Jawab aku. Aku sudah mendapatkan Purification, jadi menurut peraturan seharusnya akulah  yang menjadi pemilik gereja ini.”

“Tolong jangan menaikan nada suaramu. Kenapa kau tidak menunjukan sedikit kesopananmu? Semua sister di HQ lembut-lembut tau?” (T/N: HQ= Headquarter, markas/base)

“ ! ”

Percakapan itu tidak menghasilkan apa-apa.

Rashia menatap ke arah Pastor, dan tiba-tiba pintu depan terbuka.

“Apa aku terlambat?”

“Ya, kau terlambat Eline!

“Bulk-san, aku terlambat karena kesalahan mu. Kaulah yang berkata kalau kau ingin mengunjungi tempat kuno. Aku juga punya hal yang harus aku datangi, jadi aku mohon, jangan mengeluh mengenai hal itu lagi.”

Pria yang memasuki ruangan mengenakan sebuah setelan armor.

Ini bukanlah hal yang jarang lagi untuk melihat seseorang yang memiliki rambut pirang dan mata biru di kerajaan Bayreuth. Rambutnya yang sedikit berada di atas bahu di ikatnya kebelakang. Dia tersenyum, dan terlihat seperti ksatria yang ada dilukisan-lukisan yang mengenakan armor yang bersinar.

Namun, Rashia tidak melihatnya sebagai ksatria, dia hanya melihatnya sebagai penyusup.

“Omong-omong, kau tau apa yang harus kau lakukan bukan?”

“Ya, pria yang ada diluar mengatakannya padaku. Apa dia adalah orang yang akan kita bawa?”

“Tidak. Yang kita bawa adalah seorang anak kecil, beast. Kalau tidak salah namanya Mily. Aku yakin dia sedang berada di tempat panti asuhan. Bawa dia kepada ku.”

“Baiklah tuanku.”

Pastor Bulk memerintah tanpa pikir panjang.

Kemudian pria yang bernama Eline pergi masuk menuju tempat anak-anak yatim piatu berada.

“Tunggu! Apa yang akan kau lakukan pada Millie!!”

Rashia berdiri untuk menghalanginya, namun itu tidak merubah tujuan pertama Eline.

“Bulk-san. Apa yang harus aku lakukan?”

“Lakukan semaumu. Tempat ini sudah kita kepung.”

“Kalau begitu”

Ini hanya tinggal masalah waktu saja. Eline memiringkan tangan kirinya, lalu mengambil pedang kecil dan menghunuskannya.

Kecepatannya jelas tidak bisa dilihat oleh orang biasa. Jika serangan ini berhasil, Rashia sudah jatuh seketika.

“Kya!”

“Hm?”

Sayangnya, serangan itu tidak berhasil. Sebuah barrier terbentuk diantara Rashia dan pedang kecil Eline. Sebuah percikan terlihat saat barrier dan pedang kecil saling bentrok, dan kemudian Rashia terlempar kebelakang.

Pedang kecil Eline jatuh ke lantai disertai dengan suara gemerincing.

“Menarik. Sepertinya kau mengenakan sejenis item perlindungan. Bahkan pedangku tidak bisa menembusnya. Akan lebih menarik lagi untuk menemukan kalau kau membuat sendiri item tersebut, atau kau menerimanya sebagai hadiah.”

“ !! “

Eline terlihat penasaran, tapi Rashia hanya bisa melihatnya dengan rasa ketakutan.

Dia tidak tau apa yang sudah terjadi.

Rashia memiliki level 151. Sebagai wanita biasa bisa dibilang dia cukup kuat. Dan penglihatannya lebih bagus dari rata-rata.

Tapi, dia tetap saja tidak bisa menghindari serangan Eline dengan kekuatannya sendiri.

Setelah bertempur bersama Shin dan Wilhelm, dia sudah membiasakan diri untuk merasakan niat membunuh. Tiap orang –tidak peduli seberapa kuatnya dia- akan mengeluarkan suatu niat tersebut. Bisa itu niat membunuh ataupun niat berbuat kasar. Dan niatan itulah yang membimbing Rashia untuk menghindar dan bertahan.

Tapi pria ini, tidak memiliki niat membunuh ataupun rasa kebencian. Baginya membunuh sudah seperti hal yang biasa layaknya bernapas. Dia tanpa ragu-ragu menunjukan tindakan membunuh. Inilah teror sebenarnya dari pria tersebut.

“Kau tidak mau menjawab?”

“Ti...Tidak.”

“Oh baiklah. Aku rasa aku cukup mencari tau! Saja!”

Sebelum dia menyelesaikan perkataanya, dia mengeluarkan pedang lain dan berlari ke arah Rashia. Sekali lagi, barrier milik Rashia muncul.

Tapi, kejadian ini tidak seperti pedang kecil sebelumnya, percikan yang terbentuk lebih banyak dan pedangnya menebas cukup dalam.

“Ini lebih keras dari apa yang aku bayangkan. Apa yang akan terjadi jika aku menyerangnya berulang kali?”

Eline tidak bisa menyembunyikan rasa keingintahuannya. Dia senang telah menemukan lawan yang sebanding. Dia melancarkan pedangnya lagi dan lagi.

Setiap serangan yang dilancarkan membuat barrier milik Rashia menyusut.

“Eline, cukup bermain-mainnya.”

“Tapi tuan, aku rasa aku hampir selesai melakukannya.”

“Gunakan cara lain saja. Cepat.”

“Kau tidak memberikanku pilihan lain. Aku sudah mencobanya kepada monster. Mari kita lihat apa yang akan terjadi jika itu kau.”

Eline mengubah pedangnya kembali ke kartu. Kemudian dia mengambil kartu lainnya yang ada di sakunya dan mematerialisasikannya menjadi pedang besar sepanjang 2 meter.

Salah satu sisinya lebih panjang 15 cemel. Pedangnya bersinar merah terang. Gagangnya memiliki simbol sayap dan permata seukuran kepalan tangan terpasang rapi. 

Permata Onyx nya sangat kontras dengan pedang yang berwarna merah darah. (T/N: Onyx = jenis permata)

“Ini cantik bukan? Sayang sekali yang aku tau hanya namanya saja, Exvaine.”

Eline terlihat bangga dengan senjata yang dia punya.

“ Ini tidak hanya sekedar cantiknya saja. Lihat ini!”

Dia terlihat puas karena Rashia tidak bisa memalingkan matanya dari senjatanya ketika dia menyeringai dan menusuknya.

Kau bisa mendengar suara pedang yang memotong udara saat bayangan merah terbentuk. Suaranya hampir seperti suara kaca pecah. Pedang tersebut membelah barrier layaknya memotong mentega, menggores pipi Rashia dan berhenti di lehernya.

Rashia melihat ke arah senjata mematikan itu. Jika Eline menggerakan tangannya sedikit saja, Kepalanya akan terpotong. Darah menetes dari wajahnya, dan Rashia duduk di sana gemetaran.

“Jadi. Apa kau merasa ingin menjawab pertanyaan ku sekarang?”

“... ... ...”

Dia menaruh semua kekuatannya untuk tidak menjerit. Dia sudah kehilangan kata-kata.

Eline terlihat puas. Itu bukan ekspresi yang sangat menyenangkan. Itu adalah wajah anak nakal yang menikmati memutus kaki dan sayap serangga.

“Tidak. Aku mohon, tinggalkan kami sendiri.”

Pikiran Rashia dipenuhi dengan pemikiran ‘Aku mungkin akan mati.’

Dia mulai menatap mata Eline. Dia tau tidak peduli apa yang dia katakan, itu semua tergantung pada keinginan orang itu. Itulah mengapa dia dengan teguh tidak membagikan informasi apa pun.

“Sangat disayangkan. Tapi tidak apa-apa, lagi pula aku ada di sini untuk misi.”

Millie dan anak lainnya sudah pasti berada di panti asuhan. Tidak peduli apa yang terjadi, Rashia harus memperingatkan mereka tentang bahaya. Dia sudah berada sekitar 10 langkah dari item yang akan menyampaikan bahaya yang ada pada mereka.

Rashia berniat untuk melarikan diri ketika skenario terburuk terjadi. Kali ini keburuntungan berada di sisi Pastor Bulk.

“Shia-nee, aku sudah selesai bersih-bersih nya.”

Orang yang datang ke bangunan gereja tidak lain adalah Millie. Dia sendirian. Dia harus menyelesaikan tugasnya sebelum anak-anak lainnya.

“Wah, lihat apa yang kita punya disini. Dia sepertinya adalah Millie-san. Sungguh kebetulan sang target datang dengan sendirinya. Apa ini karena aku selalu berperilaku baik setiap harinya?”

“Benar, pasti tuhan sedang tersenyum kepada kita. Eline, kau tau apa yang harus kau lakukan bukan?”

“Tentu saja, tuanku.”

Eline dan Pastor Bulk merubah perhatian mereka ke Millie. Pada kesempatan itu, Rashia mencoba lari ke arah organ untuk mengaktifkan item yang tersembunyi di antara kunci. (T/N: Organ alat musik.)

Tapi, Eline tidak lengah.

“Apa kau ingin melakukan sesuatu? Itu tidak baik.”

Eline berdiri diantara Rashia dan Organ.

“Cepat Eline.”

“Tolong jangan mendesak ku, Pastor!” Eline memblokir Rashia dan melangkah ke arah Millie. Saat itu barrier yang sangat kuat muncul di antara Millie dan Eline.

Eline bisa merasakan bahwa kekuatan barrier ini lebih kuat dari barrier yang Rashia gunakan. Dia mengayunkan senjata berharganya Exvaine.

Namun kali ini berbeda. Bukannya menembus barrier,Exvainemalah terpental disertai dengan sentakan.

“Apa!?”

Mata Eline dipenuhi dengan kemarahan. Dia mengambil senjatanya dan mengayunkannya kembali ke arah Millie. Tapi, barrier Millie berhasil menahannya.

“Sialan!”

“Ah!”

Eline menaruh lebih banyak kekuatan ke dalam serangan berikutnya.

Serangan itu membuat Millie sampe membungkuk, dan retakan kecil muncul di barrier nya.

“... Yah, apa kau tau? Senjata High Human ku sepertinya tidak melakukan tugasnya dengan baik.”

“ !? ”

“Eline!”

“Oops. Lidahku terselip.”


Rashia tidak bisa menyembunyikan rasa keterkejutannya. Senjata High Human, sebuah senjata yang ditempa oleh orang-orang yang mirip dengan Dewa. Bukan hanya itu saja. Millie bahkan memiliki peluang untuk menahannya. Item yang Shin berikan terlihat seperti kalung biasa. Itu benar-benar pemberian Dewa.

“Ini hanya buang-buang waktu saja. Kalau begitu, bagaimana dengan ini.”

“Agh!?”

Eline mengambil Exvainedan menghancurkan barrier milik Rashia. Kemudian dia terlempar ketika pedang diarahkan tepat ke leher Rashia.

“Tidak!!”

“Millie, Millie, Millie, Jika kau tidak ingin dia mati, tolong lepaskan item barrier mu.”

“Jangan! Millie jangan lakukan! Gah!”

Eline menutup mulut Rashia sehingga dia tidak bisa berkata-kata lagi.

“S-Shia-nee...”

Millie tidak tau apa yang harus dia lakukan. Dia berdiri dengan pasrah sambil mengucapkan nama Rashia.

“Sepertinya kau tidak percaya dengan ku. Kalau begitu, bagaimana dengan ini?”

Eline membebaskan Rashia dari Exvaine, dan menyelipkan pedang merahnya ke bagian rusuk kanan Rashia.

“Ah...”

Rashia tidak tau apa yang terjadi sampai darah keluar dari mulutnya.

“Shia-nee!!”

Millie berlari ke arahnya.

Tapi, barrier miliknya menghentikannya, karena ia tau seberapa bahayanya Eline itu.

“Lihat apa yang telah kau lakukan Millie. Ini masih belum terlambat, kau masih bisa menghentikan semua ini.”

“Ah...tidak... Jang...an...”

Rasa sakit menyiksanya, tapi Rashia tidak ingin Millie berada di tangan yang salah. Semua yang keluar dari mulutnya adalah nafas dan suara yang dangkal.

“Tidak! Lepaskan Shia-nee!!”

“Hal yang harus kau lakukan adalah melepaskan item barrier mu. Semakin kau melawan, semakin sakit yang akan ia rasakan... Misalnya, seperti ini.”

Dengan nada yang lembut, Eline merapalkan spell ke dalam Exvaineyang masih menusuk Rashia.

Pedangnya berubah menjadi merah panas.

“Ahhhhhhhhhhhhh!!”

Sensasi terbakar membuat Rashia menjerit.

Jeritannya terlalu mengerikan bagi Millie.

“Hentikan! Hentikan itu...”

“Lihat? Apa yang harus kau lakukan cukup melepas item mu saja dan taruh di bawah.”

“………”

Air mata menetes dari dagunya, Millie pun melepaskan kalungnya ke lantai. Ketika tangan dan kalung sudah tidak bersentuhan lagi, barrier pun menghilang.

“Itu terlalu lama. Ayo, kita pergi.”

Pastor Bulk menggelengkan kepalanya.

“Tolong. Tolong selamatkan S-Shia-nee...”

“Kalau kau kemari dengan patuh, dia tidak akan mati. Kalau kau membantah, siapa yang tau apa yang akan terjadi pada kakakmu yang berharga ini.””

“Tapi...”

“Inilah kenapa aku membenci anak-anak. Eline.”

“Baik, Bapak.”

Eline memukul perut Millie sampai membuatnya pingsan.

“Urusan kita sudah selesai, ayo.”

“Perlukah kita membersihkannya?”

“Biarkan saja. Tapi jangan tinggalkan jejak apapun.”

“Baiklah.”

Bulk membawa Millie, sedangkan Eline mengaktifkan skill pembersihan. Dia mengambil Exvaineyang masih menusuk Rashia.

“!?”

Dia begitu kesakitan sehingga semua yang bisa dia lakukanya hanyalah berbaring sambil gemetaran.

Eline menengok ke atas ke kaca berwarna yang indah.

“... Omong-omong, aku ada pertanyaan lain. Petualang yang sering datang kesini membawa tombak sihir. Tombaknya berada di senjata kelas apa?”

Tentu saja Eline membicarakan tentang Wilhelm. Dia memandang Rashia.

Tapi tidak ada respon darinya. Ini adalah hal yang wajar. Bahkan jika dia bisa, dia tidak akan meresponnya. Lukanya begitu dalam dan menyakitkan.

“Ah, maafkan aku. Seharusnya aku bertanya terlebih dahulu. Sayang sekali. Sampai bertemu di lain hari.”

Eline menurunkan menurunkan tatapannya.

Pastor Bulk sudah pergi duluan bersama dengan orang-orang nya.

――Kecuali, orang lain yang telah datang kedalam ruangan.

“Ini benar-benar hari keberuntungan ku.”

“Darah siapa yang ada di pedang mu itu?”

Nada Wilhelm begitu dingin.

Tangannya memegang Venomdengan erat.

“Maksudku disini hanya ingin melakukan percakapan yang ramah dengan Sister. Ini benar-benar tidak berjalan dengan apa yang aku inginkan. Omong-omong, bagaimana kau bisa sampai disini? Perasaan aku sudah mengaktifkan skill pembersihan disini.”

“Apa yang kau lakukan padanya?”

“Kenapa orang-orang tidak pernah menjawab pertanyaanku?”

“Kaulah orang yang harus menjawab pertanyaan.”

“Ya ampun. Kasar sekali. Baiklah. Aku menusuknya. Dia tidak punya waktu yang lama untuk...!”

Wilhelm menyerang Eline sebelum Eline menyelesaikan perkataanya.

Venommelepaskan cahaya merah terang ke udara.

Itu adalah satu serangan menggunakan seluruh kekuatanya. Tapi Eline menggambil Exvainenya dan memotongnya. Kekuatan kedua senjata menimbulkan beberapa percikan besar.

“Apa yang pernah aku lakukan padamu?”

“Banyak sekali!!”







3 komentar: